Jumat, 09 Maret 2012

JELAJAH DUNIA LABA-LABA


DAFTAR ISI


Kata Pengantar

Pendahuluan

Cara Laba-laba berburu

Karakteristik-karakteristik Laba-laba Pelompat

Keajaiban Sutra

Jaring Laba-laba, Suatu Keajaiban Perencanaan

Keajaiban Penciptaan

Kesimpulan

KATA PENGANTAR


Mungkin ada pembaca yang berpikir bahwa pokok bahasan buku ini tidak begitu menarik. Mereka mungkin berpendapat bahwa buku tentang serangga kecil tidak akan ada artinya bagi mereka. Lagi pula, kesibukan sehari-hari merintangi mereka untuk membaca buku semacam ini.
Namun di sisi lain, pembaca yang sama mungkin berpendapat bahwa buku riset ekonomi atau politik, atau sebuah novel, lebih menarik dan lebih “bermanfaat” bagi mereka. Atau buku-buku lain malah lebih menarik lagi. Padahal sebenarnya, buku di tangan pembaca ini jauh lebih “bermanfaat” di banding buku-buku tersebut, bahkan menyajikan lebih banyak hal. Karena buku ini bukan sekedar sebuah teks biologi yang mengulas informasi rinci mengenai hewan kecil yang disebut laba-laba. Pokok bahasannya memang laba-laba, namun yang terpenting adalah hakikat kehidupan yang diungkapkan dan pesan yang dibawanya.
Ibarat sebuah anak kunci… Sebagai benda yang berdiri sendiri, anak kunci sama sekali tidak lah penting. Jika Anda berikan kepada seseorang yang belum pernah melihatnya, dan tidak mengetahui hubungan antara anak kunci dan lubang-kunci, benda tersebut akan dianggapnya sebagai logam yang tak berarti dan tak berguna. Pada fungsi yang sebenarnya, bergantung pada apa yang ada di balik pintu, sebuah anak kunci bisa menjadi benda paling berharga di dunia.
Buku ini tidak ditulis semata-mata untuk membicarakan tentang laba-laba. Isi bahasannya akan digunakan sebagai “anak-kunci”. Karena dengan anak kunci inilah pintu realitas akan terbuka. Di balik pintu ini, Anda akan menemukan kebenaran teragung di sepanjang hayat. Buku ini akan menunjukkan betapa tidak berdasarnya teori evolusi yang dikemukakan oleh mereka yang ingin menyangkal kebenaran. Buku ini juga memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyan yang diajukan sejak permulaan sejarah. Jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti “Siapa aku ini?”, “Bagaimana jagat raya dan aku diciptakan?”, dan “Apa tujuan serta arti dari kehidupan ini?” merupakan realitas di balik pintu ini.
Jawabannya adalah: manusia, dan jagat raya yang dihuninya, diciptakan hingga ke bagian yang terkecilnya oleh Sang Pencipta, dan mereka ada untuk menunjukkan keberadaanNya serta untuk menyembahNya. Sang Pencipta itu, yang tak memiliki cacat dan kelemahan sedikitpun serta tidak terbatas kekuasaannya, adalah Tuhan. Seperti telah dinyatakan dalam Al-Qur’an, alasan utama keberadaan manusia adalah agar memperhatikan tindak-lakunya [?] serta penciptaan jagat raya, dan untuk mengabdi kepada Tuhan, Penguasa seluruh alam.
Untuk memahami hal ini perlu ikhtiar. Sebagiannya dengan melakukan pengamatan terhadap segala sesuatu yang ada, merenungkannya, dan berusaha menangkap pesan di dalamnya. Karena segala sesuatu yang ada, dan khususnya setiap mahluk hidup di alam, merupakan tanda keberadaan Tuhan dan menjadi saksi atas keberadaanNya.
Tuhan mengajak kita merenungkan ayat Qur’an berikut ini, yang disampaikanNya untuk menunjukkan jalan yang benar kepada manusia yang diciptakanNya:

Dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, dan bahtera yang berlayar di lautan untuk kemaslahatan manusia, dan air yang dikirimkan Tuhan dari langit - yang dengannya dihidupkanNya bumi sesudah mati (kering) dan disebarkanNya berbagai jenis mahluk - dan angin serta awan yang bergerak dengan patuhnya ke berbagai arah di antara langit dan bumi; sungguh terdapat tanda-tanda bagi mereka yang menggunakan akalnya. (Surat al-Baqarah: 164)

Jika diperhatikan, pernyataan ayat Qur’an di atas nampak sebagai peristiwa yang sangat biasa bagi kebanyakan orang. Pergantian malam dan siang, bahtera yang terapung bukannya tenggelam, hujan yang memberi kehidupan kepada tanah, pergerakan angin dan awan… Manusia moderen berpendapat bahwa semuanya ini dapat dijelaskan dengan sains dan dengan menggunakan logika mekanis. Karenanya, dia berpendapat bahwa semuanya itu tidak mengherankan sedikitpun. Namun demikian, sains hanya membahas kebenaran-kebenaran material semata, dan tak pernah mampu memberikan jawaban terhadap pertanyaan “Mengapa?”. Kondisi jahiliyah yang menyebar karena dominasi tatanan sosial tak beragama lah yang menghalangi orang untuk memperhatikan ayat-ayat ini, serta untuk memahami makna lain di baliknya. Sungguh, Qur’an sendiri mengatakan bahwa hakikat ayat-ayat tersebut hanya dapat difahami oleh “orang-orang yang berpikir”.
Bagi “orang yang berpikir”, setiap bagian alam merupakan sebuah tanda/ayat, atau dengan kata lain sebagai sebuah kunci bagi pintu kebenaran. Karena alam dapat dibagi kedalam bagian yang lebih kecil secara tak berhingga, maka jumlah pintu dan kunci pun menjadi tak berhingga pula. Namun membuka satu pintu saja terkadang cukup bagi seseorang untuk sampai kepada kebenaran. Dengan hanya mengambil satu bagian dari alam, misalnya, satu tumbuhan atau seekor hewan, akan membimbing pencari-kebenaran kepada pemahaman terhadap seluruh jagat raya. Untuk alasan inilah Tuhan menyatakan di dalam Qur’an bahwa “Tuhan tidak malu untuk membuat perumpamaan dengan seekor nyamuk atau yang lebih rendah dari itu”, karena “bagi mereka yang beriman, mereka yakin bahwa perumpamaan itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka.” (Surat Al-Baqarah:26)
Mahluk yang begitu kecil seperti nyamuk, juga laba-laba, disebut-sebut dalam ayat-ayat Tuhan. Namun seperti halnya terhadap nyamuk, orang-orang pada umumnya menganggap bahwa laba-laba bukan sesuatu hal yang penting. Hanya “orang-orang yang berpikir” saja yang dapat melihat keajaiban yang disampaikan ayat-ayat ini. Hewan-hewan kecil ini dapat dilihat sebagai kunci, yang dapat membuka pintu untuk melihat kesempurnaan ciptaan Tuhan. Buku ini akan menguraikan tentang karakteristik laba-laba yang menakjubkan dan luarbiasa, yang hanya diketahui oleh sedikit orang. Dalam uaraiannya, akan dibahas pula pertanyaan “bagaimana?” dan “mengapa?”-nya untuk menyingkap pintu kebenaran tersebut. Untuk alasan ini saja, buku ini menjadi lebih berarti dibanding kebanyakan buku yang telah Anda baca. Karena bagi manusia, menjadi salah satu dari “orang-orang yang berpikir” adalah lebih penting dibanding hal lainnya.

Dan Dia lah yang membuat segala yang di langit dan segala yang di bumi tunduk kepadamu. Itu semua dari Dia. Sungguh pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasan Tuhan) bagi orang-orang yang berpikir. (Surat Al-Jasiyah: 13)
PENDAHULUAN


Ada beratus-ratus spesies laba-laba di dunia. Hewan-hewan kecil ini terkadang nampak sebagai ahli konstruksi yang mampu melakukan perhitungan untuk membangun sarangnya, terkadang sebagai desainer interior yang sedang membuat rencana-rencana rumit, dan di waktu yang lain sebagai ahli kimia yang sedang membuat benang yang sangat kuat dan fleksibel, racun yang mematikan, serta asam-asam pelarut, dan kadang sebagai pemburu yang menggunakan taktik-taktik yang sangat cerdik.
Meski begitu banyak karakteristik unggul yang dimilikinya, tak seorang pun dalam kesehariannya pernah memikirkan betapa khas-nya mahluk yang dinamai laba-laba ini. Karena anggapan sepele inilah tidak ada perasaan takjub terhadap keberadaan laba-laba, atau pun terhadap keberadaan mahluk kecil lainnya. Ini merupakan cara berpikir yang sungguh keliru. Karena jika kita mulai mempelajari perihal laba-laba, juga mengenai perilaku mahluk lainnya, misalnya dengan memperhatikan cara mereka berburu, berkembang-biak, dan mempertahankan diri, kita akan menjumpai karakteristik-karakteristik yang akan membuat kita terkagum-kagum.
Di alam ini, semua mahluk hidup mengambil pola-pola perilaku yang membutuhkan kecerdasan agar bisa bertahan hidup. Pola-pola perilaku ini, yang mendasari kecakapan, kepiawaian dan kemampuan-kemampuan perencanaan unggul memiliki satu kesamaan. Masing-masing perilaku ini mensyaratkan adanya kemampuan. Kecakapan yang hanya dapat dikuasai manusia dengan cara belajar, latihan ulang dan pengalaman ini, telah ada pada mahluk-mahluk hidup ini sejak pertama kali mereka lahir.
Bagian selanjutnya dari buku ini terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab, yakni: bagaimana kemampuan-kemampuan tersebut timbul, dan bagaimana mahluk-mahluk hidup ini belajar. Mahluk yang beraksi dengan kecerdasan tinggi ini mampu berburu dengan perhitungan yang cermat, dan jika perlu dapat bertindak sebagai insinyur-insinyur kimia yang mengetahui material apa yang harus dihasilkan pada situasi tertentu. Dan ini sungguh telah membuat ilmuwan yang mempelajarinya terkagum-kagum. Hal demikian ini bahkan membuat para ilmuwan evolusionis mengakui bahwa mahluk-mahluk hidup terpandai memiliki karakteristik-karakteristik yang membutuhkan kecerdasan. Meskipun sebagai seorang evolusionis, ilmuwan Richard Dawkins dalam bukunya Climbing Mount Improbable menguraikan perilaku laba-laba dengan ungkapan sebagai berikut:
Dalam perjalanan, kami kadang sempat memandangi jaring laba-laba - hasil karya berdaya guna yang dibuat dengan kecerdasan tanpa sadar yang mengagumkan.1
Dengan berkata demikian, sebenarnya Dawkins dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan “bagaimana perilaku cerdas tanpa sadar dari hewan ini timbul, dan apa sumbernya?”; pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijelaskan oleh teori evolusi dengan cara apapun. Sungguh, pertanyaan seperti “Bagaimana mahluk-mahluk hidup bisa memiliki kecerdasan ini, dan bagaimana mereka belajar menerapkannya?”, merupakan pertanyaan-pertanyaan yang tak dapat dijawab oleh para pembela teori evolusi secara terbuka dan pasti.
Sampai di sini, argumen yang digunakan kaum evolusionis dalam menjawab pertanyaan tentang perilaku cerdas (sadar) dari hewan-hewan sudah waktunya untuk diuji. Mari kita lakukan dengan menjelaskan arti dari istilah yang digunakan kaum evolusionis dalam pernyataan mereka.
Dalam usaha mencari jawaban terhadap pertanyaan “bagaimana mahluk-mahluk hidup bisa memiliki perilaku bertujuan”, kaum evolusionis menggunakan istilah “insting”. Namun sama sekali tidak berhasil. Hal ini bisa dilihat dengan jelas melalui pemahaman yang lebih dalam terhadap konsep “insting”. Kaum evolusionis mengatakan bahwa hewan-hewan terikat dengan hal-hal seperti pembaktian, perencanaan, taktik-taktik atau perilaku yang membutuhkan kemampuan-kemampuan khusus, yang memerlukan kesadaran dan kecerdasan berkat adanya “insting”. Namun tentu saja pernyataan demikian saja tidaklah cukup. Selain membuat pernyataaan tersebut, mereka juga harus memberikan jawaban terhadap pertanyaan seperti bagaimana perilaku ini pertama kali muncul, bagaimana hal ini diturunkan dari generasi ke generasi, dan bagaimana konsep “insting” mampu memberikan kesadaran dan kecerdasan kepada mahluk-mahluk hidup. Kaum evolusionis sama sekali tidak memiliki jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini. Seorang pakar ilmu genetika evolusionis, Rattray Taylor, mengatakan hal berikut ini tentang insting:
Saat kami bertanya kepada diri sendiri bagaimana pola perilaku instingtif muncul pertama kali dan kemudian diwariskan secara tetap, kami tidak mendapatkan jawabannya.2
Evolusionis lain mengatakan bahwa perilaku mahluk-mahluk hidup tidak lah berlandaskan pada insting melainkan pada pemrograman genetika. Namun, dalam hal ini mereka harus menjelaskan siapa yang menuliskan program tersebut serta memasangkannya pada mahluk-mahluk hidup. Kaum evolusionis tidak mampu menjelaskannya. Sebagai sumber penggagas teori evolusi, Charles Darwin sendiri mengakui dilema mereka dengan kata-kata berikut ini:
Kekaguman terhadap insting lebah yang mampu membuat sel-sel sarangnya mungkin dialami juga oleh para pembaca, sebagai hal pelik yang memadai untuk meruntuhkan teori saya secara keseluruhan.3
Jelaslah bahwa konsep semacam “insting” sama sekali tidak memadai untuk menerangkan perilaku sadar dari mahluk-mahluk hidup. Tentu saja ada sebuah kekuatan yang memrogram mahluk-mahluk hidup, dan mengajari mereka harus berbuat apa. Namun ini bukan berasal dari “Induk Alam” seperti yang mereka sebut, atau dari mahluk hidup itu sendiri, yang membela masa mudanya dengan seluruh hidupnya sendiri, atau yang datang kembali untuk mengelabui musuh dengan berbagai taktik untuk menyelamatkan kehidupan anggota grupnya sendiri.
Kekuatan yang memberi mereka semua karakteristik ini, yang menciptakan perilaku cerdas mereka dan yang menciptakan gerakan-gerakan bertujuan ini adalah kekuatan Tuhan. Tuhan adalah satu-satunya penguasa kecerdasan, yang dapat kita saksikan dalam berbagai mahluk hidup di alam dalam jumlah yang tidak terhitung. Tuhan lah yang mengilhami mahluk-mahluk hidup untuk melakukan apa yang mereka perbuat.
Mustahil sekali untuk menjelaskan perilaku mahluk hidup manapun dengan menggunakan asas kebetulan, atau dengan mekanisme lain atau dengan konsep lain yang menarik. Pernyataan-pernyataan semacam ini tidak lebih dari sebuah penipuan. Semua ini dinyatakan dalam salah satu ayat-ayatNya:

Katakanlah: 'Pernahkah engkau melihat sekutu-sekutumu yang kamu seru selain Allah? Tunjukkanlah kepadaku bagian dari bumi yang telah diciptakannya; ataukah mereka memiliki andil dalam penciptaan langit?’ Adakah Kami memberi kepada mereka sebuah kitab sehingga mereka mendapat tanda-tanda yang jelas yang dapat diikutinya? Sama sekali tidak! Sungguh orang-orang yang zalim itu sebahagian dari mereka tidak menjanjikan kepada sebahagian lainnya selain tipuan belaka. (Surah Fatir: 40)

Mahluk hidup yang menjadi pokok bahasan buku ini, yakni laba-laba, pola-pola perilakunya dan mekanisme tanpa cacat yang dimilikinya, merupakan salah satu yang menyingkapkan kebohongan teori evolusi, atau lebih tegasnya “meruntuhkan teori evolusi”. Halaman-halaman berikut akan menunjukkan salah satu dari keajaiban ciptaan Tuhan yang tak terhitung banyaknya, yakni keajaiban laba-laba. Bersamaan dengan itu, uraian di dalamnya lagi-lagi akan menunjukkan bahwa teori evolusi yang berlandaskan konsep kebetulan sangat tidak berdaya dan menggelikan.
CARA LABA-LABA BERBURU

Kebanyakan orang mengira bahwa laba-laba adalah hewan yang menggunakan jaring untuk menangkap mangsanya. Namun perkiraan ini sama sekali tidak menceriterakan kisah laba-laba secara keseluruhan, karena jaring-jaring yang ajaib dari segi arsitektur maupun dari segi rekayasanya bukan lah satu-satunya cara laba-laba untuk menangkap mangsanya. Disamping membuat jaring, laba-laba menggunakan taktik-taktik lain yang menakjubkan saat berburu.


Laba-laba Pelempar Lasso

Dari sekian banyak spesies laba-laba, salah satu yang paling menarik karena teknik-teknik berburunya adalah laba-laba “Bolas”. Berdasarkan hasil riset rinci terhadap mahluk ini, seorang pakar laba-laba, Dr. Gertsch, menemukan bahwa laba-laba ini menggunakan hidungnya untuk menangkap mangsanya.
Laba-laba Bolas memburu mangsanya dalam dua tahap. Pada tahap pertama, laba-laba ini membuat benang berujung lengket dan bersiap-siap untuk menyergap. Selanjutnya, ia akan menggunakan benang lengket ini sebagai sebuah lasso. Kemudian, untuk mengundang mangsanya, laba-laba ini menaruh suatu zat kimia khusus. Zat kimia ini adalah “pheromone”, yang biasa digunakan ngengat betina untuk memikat pasangannya. (Ngengat jantan yang tertipu dengan panggilan palsu ini, datang mendekati sumber bau.) Laba-laba yang penglihatannya sangat buruk dapat merasakan getaran yang ditimbulkan saat ngengat terbang. Dengan cara ini, laba-laba dapat merasakan kedatangan mangsanya. Yang menarik, meskipun nyaris buta, laba-laba Bolas ini dapat menangkap mahluk yang sedang terbang dengan seutas benang yang dibuatnya sendiri sambil bergelantungan di udara.
Buku Strange Things Animals Do mengibaratkan teknik berburu laba-laba ini dengan seorang koboi yang sedang melemparkan lasso:
Laba-laba ini membuat seutas tali sutera, kemudian menaruh bandul cairan lengket di satu ujungnya. Dengan cara ini, senjata ini mengingatkan seseorang akan sebuah lasso koboi. Kemudian ia mengangkat benang ini dengan kedua kaki depannya, yang kini bertindak sebagai tangan. Ketika seekor ngengat terbang mendekat, ia melempar lassonya. Bandul lengketnya mengenai tubuh serangga yang terbang dan menempel kuat padanya. Ngengat korban selanjutnya ditarik oleh laba-laba Bolas dan dibungkusnya.4
Tahap kedua dimulai ketika korban yang tertipu bau-bauan mendekat. Dengan menarik kaki-kakinya ke belakang, laba-laba mengambil posisi menyerang dan melempar lassonya lebih cepat dari pandangan mata manusia. Ngengat tertangkap oleh bandul lengket di ujung benang. Laba-laba kemudian menarik-gulung mangsanya dan menggigitnya untuk melumpuhkannya. Selanjutnya ngengat dibungkus dengan benang khusus, yang dapat menjaga kesegaran makanan dalam waktu lama. Dengan cara ini, laba-laba mengawetkan makanannya untuk konsumsi masa datang.
Dalam buku yang sama, penulisnya mengevaluasi pergerakan laba-laba yang terencana ini dengan istilah-istilah berikut:
Para ilmuwan menyebut Bolas sebagai mahluk tingkat rendah. Dr. Gertsch tidak yakin bahwa istilah ini tepat untuk laba-laba. Karena apa yang mampu dilakukan mahluk rendah ini tidak dapat dilakukan oleh singa laut, anjing, atau singa terlatih sekalipun, bahkan seorang koboi pun mengalami kesukaran untuk melakukannya.5
Karenanya jelas bahwa teknik berburu dari laba-laba Bolas membutuhkan kecakapan khusus, bahkan semestinya berdasarkan pengalaman praktek. Jika kita lihat prosesnya tahap demi tahap, tingkat kesulitan yang dilakukan laba-laba menjadi semakin jelas. Mari kita lihat jawaban terhadap pertanyaan berikut, “Apa yang mesti dilakukan laba-laba Bolas ketika berburu?”
Menyiapkan bandul lengket di ujung benang.
Membuat dan melepaskan dari tubuhnya zat bau yang dibuat ngengat betina untuk memikat pasangan jantannya.
Melemparkan lasso pada mangsanya lebih cepat dari pandangan manusia.
Membidikkan lasso tepat mengenai mangsanya.
Akhirnya, membuat benang khusus yang dapat menjaga kesegaran mangsa, serta membungkusnya.
Maka, bagaimana laba-laba Bolas mampu bekerja dalam kerangka kerja yang terencana demikian baiknya? Membuat rencana merupakan ciri mahluk-mahluk yang memiliki daya pikir, yakni manusia. Lebih jauh lagi, otak laba-laba tidak memiliki kapasitas untuk menyusun dan melakukan semua itu. Dalam hal ini, bagaimana laba-laba dapat memiliki teknik berburu dengan karakteristik yang begitu menakjubkan? Inilah pertanyaan yang jawabannya masih dicari para ilmuwan.
Menurut kaum evolusionis, semua karakteristik yang dimiliki laba-laba diperolehnya secara kebetulan. Laba-laba membuat keputusan untuk membuat lasso, membuat zat kimia, mengetahui bahwa ia harus mengundang ngengat ke arahnya, serta mendapat kecakapan menembak dengan lasso, semuanya secara kebetulan. Semua kemampuan yang diperlukan untuk berburu dengan menggunakan lasso terjadi secara kebetulan sama sekali. Jelas bahwa pernyataan seperti itu hanyalah sebuah fantasi, tanpa landasan ilmiah ataupun logika. Untuk melihat lebih jelas seberapa jauh fantasi kaum evolusionis ini dari fakta-fakta ilmiah, mari kita bayangkan sebuah skenario kecil; meskipun hal ini sangat mustahil.
Skenario: Jaman dahulu kala, seekor laba-laba menyadari bahwa ia tidak dapat membangun jaring seperti laba-laba lainnya. Karenanya, ia mulai mencari-cari di sekitarnya. Pada suatu hari, ia melihat bahwa ngengat betina menggunakan zat kimia untuk memikat ngengat jantan. Ia berpikir bahwa untuk menangkap ngengat, ia harus membuat zat kimia serupa dengan membangun pabrik kimia tersebut di dalam tubuhnya. Namun masalahnya belum selesai. Karena tanpa kemampuan untuk menangkapnya, tidak ada artinya mengundang kedatangan ngengat-ngengat tersebut. Sampai di sini ia mempunyai ide lainnya untuk membuat senjata berbentuk antara lasso dan tongkat-kebesaran dari benang yang dihasilkannya.
Namun, membuat senjata saja belumlah cukup. Saat pertama kali berburu, jika tembakan senjatanya tidak mengenai sasaran, segala usaha sebelumnya menjadi sia-sia. Bahkan lebih buruk dari itu, ia bisa mati kelaparan. Ternyata tidak demikian. Ia mampu menangkap mangsanya, bahkan kemudia “berhasil” mengembangkan teknik berburu yang sempurna. Setelah itu, ia berpikir untuk mengajarkan teknik berburunya secara rinci kepada laba-laba lain dan kemudian menemukan cara untuk mengalihkan pengetahuannya ini ke generasi berikutnya.
Ini baru sebagian dari skenario. Namun skenario ini tidak cukup hanya dalam bentuk tulisan saja, melainkan harus diwujudkan kedalam kenyataan. Sampai di sini, mari kita pikirkan beberapa alternatif imajiner dalam lingkup skenario imajiner di atas.
Alternatif imajiner ke-1: Terdiri dari istilah yang kaum evolusionis menyebutnya sebagai “Induk Alam”, yakni pepohonan, bunga-bunga, langit, air, hujan, matahari, dll. Kemudian semua kekuatan-kekuatan alam bekerja dengan harmonis membentuk sebuah sistem yang berfungsi dengan sempurna. Dalam proses ini, laba-laba tidak dilupakan, tentu saja dengan teknik berburunya yang cakap.
Alternatif imajiner ke-2: Peristiwa kebetulan murni. Kaum evolusionis lagi-lagi menjelaskannya sebagai sebuah kekuatan aktif yang membantu laba-laba Bolas, juga pemburu-pemburu lainnya, sehingga dapat memiliki kecakapan memangsa.
Tentu saja ini hanyalah sebuah fantasi, sebuah produk imajinasi aktif. Pemilik imajinasi ini adalah para ilmuwan evolusioner. Sebelum beralih ke jawaban nyata, mari kita lihat betapa tidak logis, tidak sahih, serta tidak berdasarnya skenario-skenario ini.
Pada kenyataannya, laba-laba Bolas bukanlah seorang insinyur kimia! Mustahil mahluk ini dapat mempelajari zat kimia yang dikeluarkan ngengat lalu menganalisisnya, dan kemudian segera tahu cara membuatnya di dalam tubuhnya. Hal seperti ini sama sekali bertentangan dengan pikiran, logika, dan sains.
Selain untuk berburu, laba-laba tidak menggunakan zat kimia tadi untuk hal lainnya. Meskipun dapat membuatnya secara kebetulan, ia harus memahami kesamaan antara bau yang dikeluarkan ngengat dengan bau yang dibuatkannya. Untuk itu membutuhkan kecerdasan agar bisa menggunakannya sesuai dengan keinginan.
Bahkan jika kita terima bahwa laba-laba telah “belajar” dari alam mengenai bau zat kimia yang dikeluarkan ngengat ini, serta “cukup pandai” untuk menggunakannya, maka ia harus mampu melakukan perubahan fisik yang diperlukan untuk menghasilkan zat kimia tersebut. Mustahil bagi mahluk hidup manapun, atas kehendaknya sendiri, menambah organ tambahan atau sistem produksi kimia kepada tubuhnya sendiri. Berpikiran bahwa seekor laba-laba mampu melakukannya, apalagi menyatakannya sebagai fakta, sama saja dengan meninggalkan jauh-jauh batas-batas logika.
Betapapun mustahilnya, mari kita anggap bahwa laba-laba mendapatkan semua karakteristik ini secara kebetulan. Kemudian laba-laba tersebut harus memiliki “pemikiran” tentang cara menggunakan lasso untuk menangkap ngengat, dan setelah “merancangnya” kemudian mampu menciptakannya atas kehendaknya sendiri.
Dari sini jelas bahwa dengan mempelajari karakteristik-karakteristik laba-laba Bolas secara saksama, orang akan memahami betapa menggelikannya teori evolusi itu. Teori yang melulu berlandaskan kepada konsep kebetulan. Jelas bahwa suatu peristiwa kebetulan tak akan bisa membuat laba-laba memiliki keistimewaan-keistimewaan di atas, yakni kecerdasan, perencanaan dan taktik-taktik berburu. Lebih jauh lagi, sampai kapan pun laba-laba tidak akan mampu menciptakan sendiri keistimewaannya itu. Tidak perlu pemikiran yang panjang dan keras ataupun riset untuk memahami hal ini. Dengan sedikit akal sehat sudah cukup untuk melihat kebenaran yang jelas-jelas nampak ini.
Maka jelas sekali bahwa skenario kaum evolusi sungguh teramat keliru. Yang tersisa hanyalah kebenaran: Bahwa situasi yang kita bahas memerlukan adanya aksi penciptaan yang sangat khusus. Tuhan lah yang menciptakan semua mahluk hidup, tetumbuhan, binatang, dan serangga, Tuhan memiliki kekuatan, pengetahuan, kecerdasan, dan kebijakan tanpa batas.
‘Tuhan langit dan bumi dan segala sesuatu di antaranya, Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun’ (Surat Shad: 66)


Pintu-perangkap Untuk Hidup Di Gurun


Bagi kebanyakan mahluk hidup, panasnya iklim gurun bisa mematikan. Namun, beberapa mahluk memiliki kecakapan untuk dapat bertahan terhadap panasnya gurun. Baik teknik-teknik berburu, susunan tubuh, ataupun cara perilaku mereka membuatnya hidup nyaman di lingkungan gurun. Salah satu pesies yang menjadi pokok bahasan buku ini, yakni laba-laba, memiliki karakteristik-karakteristik yang diperlukan untuk dapat hidup di gurun. Mahluk yang dikenal sebagai “laba-laba pintuperangkap” ini menggunakan rumah berpenyekat di dasar gurun sebagai pelindung dari panas dan sebagai perangkap untuk menangkap mangsanya.
Mula-mula laba-laba ini menggali liang di dalam tanah. Kemudian memelester bagian dalam terowongan dengan campuran tanah dan cairan yang dihasilkan tubuhnya. Proses ini memperkuat dinding terhadap bahaya keruntuhan. Selanjutnya ia menutupi dinding-dinding ini dengan benang buatannya. Teknik pelesteran ini serupa dengan teknik isolasi termal yang kita gunakan dewasa ini. Dengan cara ini, bagian dalam sarang menjadi tahan terhadap temperatur luar yang tinggi.
Telah kami sebutkan pula bahwa sarang ini digunakan pula sebagai perangkap. Laba-laba ini membuat tutup sarang dari sutera buatan sendiri. Salah satu sisinya dilekatkan ke sarang dengan engsel benang yang kokoh, layaknya sebuah pintu rumah. Pintu ini juga menjadi tempat persembunyian laba-laba dari mangsanya, yang disamarkannya dengan serpihan daun, semak-semak dan tanah. Kemudian membuat tegang benang-benang yang ada di bawah daun, dari arah luar menuju ke bagian dalam sarang. Ketika segalanya telah siap, laba-laba masuk ke sarang dan menunggu mangsanya datang. Ketika serangga mendekati sarang dan menginjak daun atau tanah di atasnya, benang-benang di bawah tanah akan bergetar. Berkat getaran inilah, laba-laba mengetahui bahwa mangsanya telah dekat.
Laba-laba pintu-perangkap dapat hidup selama 10 tahun di dalam sarangnya. Ia menjalani seluruh hidupnya di dalam terowongan gelap dan hampir tak pernah keluar. Bahkan saat membuka daun penutup untuk mengejar mangsanya, kaki belakangnya tidak pernah meninggalkan sarang. Jika pintu ini terbuka oleh ranting, laba-laba akan berusaha keras untuk menutupinya kembali. Laba-laba betina tidak pernah meninggalkan sarang, sedangkan yang jantan hanya keluar untuk mencari pasangan. Saat tiba waktu untuk berkembang biak, laba-laba betina menutup pintu rapat-rapat dengan benang buatannya. Telah diamati bahwa induk laba-laba dapat tinggal selama setahun di dalam sarang tanpa meninggalkannya.
Laba-laba pintu-perangkap berburu pada malam hari dan menutup rapat pintu sarangnya pada siang hari. Ketika malam mulai tiba, laba-laba membuka sebagian tutup sarang untuk memastikan bahwa hari telah benar-benar gelap. Jika telah gelap, tutup sarang dibuka sebagian dan melonjorkan kaki depannya keluar. Posisi ini bisa bertahan hingga berjam-jam. Jika ada semut mendekat, laba-laba segera menerkam secepat kilat dan menariknya kedalam liang. Tutup sarang akan otomatis menutup karena beratnya sendiri.
Tidak diragukan bahwa untuk belajar hidup dengan cara di atas dibutuhkan kemampuan yang menuntut kecerdasan, misalnya kemampuan membangun. Mustahil bahwa kemampuan untuk melindungi diri dari hawa panas atau untuk menyamarkan diri ini diperoleh secara kebetulan, atau dengan cara coba-coba. Bahkan sebelum membangun terowongan, ia “tahu” akan menggunakan suteranya untuk melindungi diri dari teriknya panas, akan menggunakan benang yang sama untuk membuat penutup sarang, akan menggunakan sarangnya untuk bersembunyi dari musuh-musuh dan sekaligus sebagai perangkap, dan akan melahirkan keturunannya dengan aman di dalam sarang yang berselimutkan sutera ini. Jika tidak demikian, laba-laba yang pertama kali muncul akan mati karena panas atau kelaparan di tengah-tengah gurun. Itu artinya kepunahan dari spesies ini.
Lebih dari itu, setiap laba-laba yang baru lahir berperilaku sama. Membangun sarang dan mencari makan dengan cara yang sama. Karenanya, laba-laba pertama tidak hanya cukup dengan memiliki keistimewaan yang menakjubkan ini, melainkan harus mampu pula mewariskan semua kemampuannya kepada generasi berikutnya. Ini hanya bisa terjadi jika pengetahuan ini melekat erat dalam gen-gen laba-laba. Selain semua fakta ini, kita masih menghadapi beberapa pertanyaan. Bagaimana laba-laba pintu-perangkap bisa memiliki karakteristik-karakteristik ini, dan siapa yang melekatkan kemampuan itu kedalam gen-gennya?
Sementara teori evolusi mencoba menjelaskannya dengan konsep-konsep semacam insting, mekanisme imajiner, kejadian kebetulan, atau Induk Alam, pola-pola perilaku cerdas ini: kemampuan merencanakan, pemilihan dan implementasi taktis, dan konstruksi tubuh tanpa cacat, pada kenyataannya hanya bisa memiliki satu penjelasan. Tuhan lah yang memberi semua mahluk hidup kecakapan yang dimilikinya. Dia menciptakan mereka lengkap dengan kecakapannya. Tuhan memiliki pengetahuan tiada tara.


Laba-laba Penyamar Yang Ulung

Bertentangan dengan kepercayaan umum, banyak jenis laba-laba berburu tanpa membangun jaring. Salah satunya adalah Laba-laba kepiting. Ia menyamarkan dirinya pada bunga-bungaan dan menyantap lebah-lebah yang hinggap padanya.6
Dengan menggunakan kemampuannya, laba-laba kepiting merubah warna tubuhnya menjadi kuning atau putih sesuai warna bunga. Kakinya disembunyikan dengan sempurna ditengah-tengah bunga dan bersiap diri menunggu mangsa. Warna tubuhnya menyamai warna bunga tempat ia bersembunyi dengan sempurna. Hanya dengan perhatian yang saksama saja laba-laba ini dapat dibedakan dari bunga tempat persembunyiannya.
Laba-laba ini beraksi ketika seekor lebah hinggap untuk menghisap madu dari bunga dimana ia siap menyergap. Pada ketika itu, laba-laba secara perlahan-lahan merangkulkan kaki-kakinya ke tubuh lebah, kemudian dengan gerakan cepat menggigit kepala lebah dan menyuntikan bisa langsung ke otak mangsanya. Setelah itu, ia memakan korbannya. Laba-laba dapat menyamarkan dirinya pada bunga dengan begitu cerdik sehingga kupu-kupu atau lebah kadang hinggap tepat di atasnya tanpa menyadarinya.
Apakah laba-laba bisa berubah warna karena kejadian yang kebetulan? Apakah ia mempelajari bunga-bunga kemudian menyalin warnanya dan kemudian merubah warna tubuhnya? Jelas bahwa laba-laba tidak memiliki kemampuan seperti itu. Selain beberapa pusat syaraf, ia bahkan tidak memiliki otak untuk berpikir. Lebih dari itu, laba-laba adalah mahluk yang buta warna. Ia tidak mengetahui warna putih atau pun merah muda. Bahkan jika kita beranggapan bahwa ia mampu menyesuaikan warna tubuhnya, mustahil baginya membuat warna tersebut di dalam tubuhnya sendiri. Tuhan Yang Maha Perkasa lah yang membuat laba-laba mampu membedakan dan menghasilkan warna-warna.
Jelas bahwa Tuhan telah menciptakan laba-laba dengan kemampuan untuk menyesuaikan warna tubuhnya dengan warna bunga. Keadaannya bagaikan dua gambar yang dibuat dalam kanvas yang sama, dengan cat-cat yang sama dan disapu dengan warna dan nuansa yang sama, dan sangat bersesuaian sehingga tidak dapat dijelaskan oleh dongeng tentang ‘kejadian yang kebetulan’.


Berburu Dengan Jaring Tangga Melingkar

Bagi banyak mahluk hidup, jaring laba-laba merupakan perangkap maut. Namun ada beberapa mahluk yang dapat selamat dari perangkap maut ini. Sebagai contoh, ngengat-biasa tidak mempan terhadap jaring laba-laba karena debu pada tubuhnya menutupi perekat pada jaring dan membuatnya menjadi tidak efektif. Berkat debu inilah ngengat dapat lolos dengan mudah.
Namun ngengat masih dapat terjerat oleh jaring yang konstruksinya tidak biasa. Jaring laba-laba Skoloderus, yang tinggal di daerah tropis, berbeda dari kebanyakan jaring, dan tampilannya mirip dengan kertas-lalat. Dengan cara ini, Skoloderus mudah menangkap ngengat. Laba-laba Skoloderus membangun jaring yang panjangnya satu meter dengan lebar 15-20 sentimeter, mirip sebuah tangga. Ngengat yang tertangkap jatuh ke dasar jaring. Selama jatuh, ngengat kehilangan sebagian besar debu pelindung yang mencegahnya menempel pada jaring biasa, dan akhirnya terjerat dalam perangkap Skoloderus.
Jadi, laba-laba ini memiliki teknik yang sangat berbeda dari spesies lainnya. Yang perlu dicatat dari metode berburu ini adalah bahwa laba-laba ini membuat jaring dengan keistimewaan mampu menangkap serangga yang diburunya. Dengan konstruksi jaring yang lain daripada yang lain, spesies laba-laba ini merupakan bukti dari karya-cipta Tuhan yang tiada tara.


Laba-laba Pelempar-Jala: Dinopis


Laba-laba berwajah-raksasa ini, yang nama ilmiahnya Dinopis, menggunakan teknik berburu yang sangat luarbiasa dan menakjubkan. Bukannya membangun jaring yang tetap dan menanti mangsa, ia membuat jaring khusus yang dilempar kepada mangsanya. Selanjutnya membungkus mangsanya di dalam jaringnya ini. Serangga yang tertangkap mati terpedaya. Kemudian ia membungkus mangsanya dengan benang yang baru agar menjadi sebuah "paket" yang tetap segar untuk konsumsi masa datang.7
Jelas bahwa laba-laba ini menangkap mangsanya dengan kerangka kerja yang terencana. Suatu perencanaan dan pembuatan jaring dengan ukuran, bentuk dan kekuatan yang tepat, sehingga sesuai untuk metode berburu semacam ini. Hal ini dan cara membungkus mangsanya merupakan aktivitas-aktivitas yang membutuhkan kemampuan superior yang berdasarkan kecerdasan. Pengamatan lebih lanjut menunjukkan bahwa konstruksi jaring laba-laba ini tidak memiliki cacat.
Dalam segala segi, jaring Dinopis merupakan sebuah keajaiban perencanaan. Sementara susunan kimia dari suteranya saja merupakan keajaiban tersendiri, teknik penggunaan jaringnya juga sangat menarik. Ketika laba-laba ini menunggu mangsanya, jaringnya mirip sarang sempit yang terbuat dari jerami. Namun penampilan adem ini sebenarnya sebuah tipuan. Ketika laba-laba beraksi menangkap mangsanya, ia menggunakan kaki-kakinya membalikkan jaring tersebut dari dalam ke luar sehingga menjadi sebuah perangkap maut. Mangsa pun tak dapat lolos darinya.
Bagaimana laba-laba ini bisa membuat jaring dengan perencanaan mekanik dan konstruksi kimia yang demikian sempurna? Pekerjaan ini bukanlah hal yang sederhana, melainkan memerlukan perencanaan, sesederhana apapun. Masing-masing memerlukan rencana dan pengalaman yang berbeda. Hal ini dapat kita gambarkan sebagai berikut. Saat menerangkan jaring laba-laba, kami sering menggunakan ungkapan "seperti renda". Karena kemiripan inilah, tidak salah jika dikatakan bahwa laba-laba sebenarnya sedang membuat renda.
Mari kita bayangkan seorang laki-laki di jalanan diberi peralatan untuk membuat renda (bidal, jarum-jarum, benang, dll) dan kain katun. Tanpa pengalaman sebelumnya, dapatkah orang ini membuat renda saat pertama kali mencobanya? Atau dapatkah kita membayangkan taplak-meja rendaan yang terbentuk dengan sendirinya dari ikatan-ikatan yang terjadi secara kebetulan? Tentu saja mustahil.
Mustahil suatu rencana muncul dengan sendirinya, karena hal itu membutuhkan kecerdasan, kecakapan, dan cara untuk menyampaikan informasi. Agar suatu mahluk hidup dapat membuat rencana, dan lebih jauh lagi, agar ia mampu melaksanakan rencana tersebut tanpa kegagalan, maka mahluk ini harus lah "cerdas". Namun mustahil untuk menerima bahwa seekor serangga bisa cerdas, dapat berpikir dan membuat rencana. Yang demikian itu merupakan rantai logika yang dangkal untuk bisa sampai kepada kebenaran, dan tidak mencerminkan realitas. Mesti ada kekuatan yang memberi serangga ini kecerdasan, atau lebih tepatnya mengarahkannya, yang mengajarinya apa yang harus dilakukan, atau lebih tepatnya membuatnya melakukan tugasnya. Dengan kata lain, serangga tersebut ada Pembuatnya.
Seperti telah kita lihat, jelas benar bahwa mahluk hidup ini diciptakan oleh Tuhan. Namun kaum evolusionis menafikannya, malah menduga-duga dengan kemungkinan-kemungkinan khayalan. Kepatuhan kepada teorinya sendiri membuat mereka tidak mampu berpikir sehat, melihat, ataupun mendengar. Hal itu telah membuat mereka buta terhadap kebenaran yang nyata dan tak dapat menerima apa yang mereka lihat dan fahami.
Menurut kaum evolusionis, Dinopis membuat jaring istimewanya itu secara kebetulan, dan belajar menggunakan jaringnya itu secara kebetulan pula. Setiap orang yang berakal sehat dapat melihat bahwa kejadian demikian itu sangat mustahil. Meskipun jelas mustahil, mari kita anggap bahwa Dinopsis dapat membuat jaringnya secara kebetulan. (Akan kita abaikan asal muasal terjadinya Dinopsis, juga bagaimana mahluk ini menghasilkan zat kimia dalam tubuhnya untuk membuat jaring, kita menerimanya sebagai bakat bawaan). Dalam hal ini, ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab: Jika jaring pertama dibuat secara kebetulan, bagaimana terjadinya jaring yang kedua dan ketiga? Bagaimana laba-laba dapat menghasilkan jaring yang tepat sama dengan membuatnya secara kebetulan (sembarangan)? Bagaimana laba-laba yang baru lahir mengetahui cara membuat jaring, membuat jaring dengan mutu yang berbeda dengan laba-laba lainnya, serta bisa melemparkan jaring tersebut kepada mangsanya?
Hanya ada satu jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan ini. Karena tak mampu belajar, atau mengingat dalam hati, dan tidak memiliki otak yang memadai untuk melakukan hal-hal ini, laba-laba mendapatkan semua itu karena anugerah Tuhan, Pencipta Yang Maha Kuasa dari seluruh mahluk hidup.


Laba-laba Portia: Penipu Ulung

Berbeda dari kebanyakan laba-laba, selain membuat jaring, laba-laba Portia Fimbriata memburu mangsanya jauh dari jaringnya sendiri. Keistimewaan lain dari Portia adalah lebih menyukai spesiesnya sendiri dibanding serangga lain sebagai makanannya. Oleh karena itu, medan perburuannya umumnya jaring-jaring laba-laba lain. Saat berburu, ia menggunakan strategi menarik.
Umumnya, Portia mendarat pada sebuah jaring ketika angin bertiup atau saat seekor serangga sedang berusaha membebaskan diri. Getaran yang kuat dari serangga tersebut menyamarkan goncangan yang ditimbulkan Portia saat mencari mangsa. Jika dilihat, nampak seperti serpihan daun yang ditiup angin ke arah jaring. Tidak seperti laba-laba lain yang melompat kegirangan saat menerkam mangsanya, Portia bergerak dengan perlahan. Ketika sampai ke jaring, ia melakukan penipuan dengan memetik dan menepuk-nepuk sutera jaring dengan kaki-kakinya, meniru seekor serangga yang terperangkap. Ketika pemilik jaring mendekat, Portia bersiaga dan menanti saat yang tepat untuk menerkam.8
Laba-laba Portia juga menipu anggota spesies mereka sendiri dengan meniru tingkah mereka. Misalnya dengan meniru ritual perkawinan laba-laba Euryattus yang tinggal dalam daun tergulung yang tergantung dengan tali-tali sutera. Dengan duduk di atas rumah laba-laba betinanya, Portia menggoyang-goyangkan daun tersebut, menari di atasnya seperti Euryattus jantan. Tertipu oleh gerakan itu, laba-laba betina tersebut keluar dari sarangnya.9
Bagaimana Portia dapat meniru isyarat-isyarat laba-laba jenis lain, dan mengapa ia memilih cara berburu yang berbeda? Tidak logis jika kita beranggapan bahwa seekor laba-laba dapat "meniru kecakapan" dan karenanya memilih teknik berburu yang menarik seperti itu. Laba-laba ini berburu dengan cara demikian karena begitulah ia diciptakan oleh Tuhan. Dengan contoh demikian, Tuhan menunjukkan kepada kita sifat karya-ciptaNya yang tiada tara.


Teknik Memancing Dari Laba-laba Dolomedes

Beberapa laba-laba bahkan harus berburu di lingkungan yang tidak terduga. Medan perburuan laba-laba air Dolomedes, misalnya, adalah permukaan air. Laba-laba ini sering ditemukan di tempat-tempat dangkal seperti rawa dan parit.
Laba-laba air, yang tidak memiliki penglihatan yang baik, menghabiskan hampir seluruh waktunya di dekat air dengan membuat benang-benang sutera dan menyebarkannya di sekitarnya. Konstruksi ini mempunyai dua fungsi: sebagai peringatan batas wilayah kepada laba-laba lainnya, dan sebagai jalur penyelamatan jika terjadi bahaya tak terduga.
Cara berburu yang paling sering digunakan laba-laba ini adalah dengan meletakkan empat kakinya di air sementara empat yang lainnya di tanah kering. Saat melakukan ini, ia menggunakan teknik yang sangat pandai untuk mencegah tubuhnya tenggelam. Kaki-kaki yang akan dipakai di air ditutupi dengan pelapis anti-air dengan cara melewatkannya ke taringnya. Ia kemudian mendekati sisi air. Dengan mendorong tubuhnya ke air secara sangat hati-hati, laba-laba ini bergerak ke permukaan air. Ia memasukkan taring dan perabanya di bawah air sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu permukaan air. Ia kemudian menunggu kedatangan mahluk hidup dengan mata memandang ke sekitarnya, sementara kaki-kakinya merasakan getaran air. Untuk makanannya, laba-laba ini harus menemukan mangsa sedikitnya sebesar ikan "Golyan", seperti nampak dalam gambar.
Ketika laba-laba ini berburu, ia diam tak bergerak hingga ikan mendekat sekitar 1,5 sentimeter dari mulutnya. Setelah mangsa ada dalam jarak sasaran, dengan cepat ia masuk ke dalam air dan menangkap ikan dengan kaki-kakinya, dan menggigitnya dengan taring beracunnya. Untuk mencegah ikan tenggelam, yang jauh lebih besar dari dirinya, ia cepat-cepat membalikkan tubuhnya. Bisa yang disuntikkan bekerja dengan cepat. Selain mematikan mangsanya, bisa tersebut juga melarutkan organ-organ dalam dari mangsanya menjadi semacam sup yang mudah dicerna. Setelah mangsanya mati, laba-laba ini menyeretnya ke pinggir dan menyantapnya.10
Sampai disini, terpikir berbagai pertanyaan. Bagaimana laba-laba ini bisa memiliki lilin yang mencegahnya tenggelam? Bagaimana ia mempelajari cara melapisi kaki-kakinya dengan lilin tersebut agar tidak tenggelam? Bagaimana laba-laba tahu formula lilin dan cara membuatnya? Laba-laba tentu tidak mendapatkannya dari belajar. Setiap keistimewaan ini memerlukan kecerdasan dari bidang keahlian tersendiri. Seperti mahluk hidup lainnya, laba-laba yang bisa bertindak cerdas sehingga mampu membuat rencana dan mempraktekkannya, mendapat inspirasi dari Tuhan. Dalam salah satu ayatNya, Tuhan menyatakan bahwa Dia memberi kepada setiap mahluk perbekalannya sendiri-sendiri:

Tiada satu mahluk melatapun di bumi melainkan Allah lah yang memberi rezkinya. Dia mengetahui tempat tingalnya dan tempat penyimpanannya. Semuanya ada dalam Kitab yang nyata. (Surah Hud:6)


Teknik Menyelam Laba-laba Lonceng

Laba-laba air dari wilayah hangat Asia dan Afrika menghabiskan kebanyakan waktunya di bawah air. Karenanya, mereka membuat sarang di dalam air.
Untuk membangun sarangnya, mula-mula laba-laba ini membuat sebuah bidang rata antara tangkai-tangkai atau dedaunan di dalam air. Bidang rata ini dilekatkannya ke tangkai-tangkai dengan benang-benang suteranya. Selain untuk menstabilkan bidang datar, benang-benang ini juga berfungsi sebagi ciri untuk pulang ke rumahnya, juga bekerja seperti radar yang memperingatkan adanya mangsa yang mendekat.
Setelah bidang rata terbentuk, laba-laba mengangkut gelembung udara ke bawahnya dengan kaki-kaki dan tubuhnya. Dengan cara ini, jaring menggembung ke atas. Dengan semakin banyak udara yang ditambahkan, bentuk jaring menjadi serupa lonceng. "Lonceng" ini lah sarang tempat tinggalnya.
Pada sianghari, laba-laba menanti di sarangnya. Jika ada binatang yang lewat, terutama serangga atau larva, ia menerkam dan menyeretnya ke sarang untuk di santapnya. Serangga yang jatuh ke atas permukaan air menimbulkan getaran. Laba-laba dapat merasakannya dan segera muncul ke permukaan untuk mengejarnya dan menariknya ke bawah air. Laba-laba ini bahkan menggunakan jaringnya di permukaan air. Baik serangga maupun korban lainnya yang jatuh kedalam jaringnya mengalami hal yang sama.
Ketika musim dingin menjelang, laba-laba harus berjaga-jaga agar tidak membeku. Karena alasan inilah, saat musim dingin tiba, laba-laba air ini turun lebih dalam. Pada saat itu, ia akan membuat lonceng musim dingin dan mengisi bagian dalamnya dengan udara. Beberapa laba-laba lainnya pindah ke cangkang siput-laut yang kosong. Ia tidak pernah bergerak di dalam loncengnya, dan hampir tidak menggunakan energi yang ada selama musim dingin. Ini untuk menghemat energi dan mengurangi penggunaan oksigen. Ini berarti bahwa gelembung udara yang dibawanya menuju lonceng dapat bertahan hingga 4-5 bulan selama musim dingin.11
Dapat kita lihat bahwa gelembung udara dan teknik berburu laba-laba ini merupakan cara yang ideal untuk hidup di bawah air. Mustahil bagi mahluk hidup bisa mencari penghidupannya di bawah air secara kebetulan. Jika suatu mahluk tidak memiliki keistimewaan yang diperlukan untuk hidup di bawah air, ia akan mati tenggelam segera setelah masuk ke dalamnya. Dia tak akan sempat menunggu terjadinya hal yang kebetulan, atau yang lainnya. Karenanya, mahluk darat yang dapat hidup di bawah air karena kecakapannya yang sesuai untuk itu, berutang budi kepada keberadaan kecakapannya itu. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa laba-laba air, yang memiliki karakteristik dan kemampuan istimewa ini, diciptakan Tuhan dalam keadaannya yang sempurna.

Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada satu binatang melata pun melainkan Dia lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus. (Surat Hud:56)


Laba-laba Yang Menyerupai Roda

Ketika menghadapi bahaya, beberapa spesies laba-laba di gurun Namibia, Afrika Barat-Daya, menarik kaki-kakinya sehingga membentuk tubuhnya tepat seperti roda. Dengan gerakan jungkir-balik yang berulang, ia menjauh dari bahaya dengan cepat.
Ukuran laba-laba ini sekitar 2,5-3 sentimeter dan dapat bergerak dengan kecepatan 2 meter per detik. Sebagai bahan perbandingan, putaran tubuh laba-laba dalam bentuk rodanya sama dengan putaran roda kendaraan dengan kecepatan 40 kilometer per jam.
Beberapa spesies laba-laba menggunakan teknik ini untuk kabur dari musuhnya. Musuh yang paling sering dihadapi adalah tawon liar betina. Ketika laba-laba ini, yang membuat sarangnya di atas bukit pasir, merasakan keberadaan tawon-tawon yang mulai menggali sarangnya, ia segera berlari keluar. Mula-mula ia mengambil beberapa langkah untuk membangun kecepatan. Kemudian melipat kaki-kakinya kedalam dan menggelinding kebawah untuk kabur. Jika saja laba-laba ini membangun sarangnya di bawah bukit, ia tidak akan bisa mendapatkan kecepatan yang diperlukan untuk kabur, dan karenanya akan tertangkap. Karena itulah ia membangun sarangnya di atas bukit. Tindakan siaga ini, meskipun tidak bertemu musuh, merupakan perilaku yang sadar. Tidak dapat diragukan bahwa Tuhan lah yang mengilhaminya untuk melakukan hal itu. Tuhan mencipta tanpa contoh sebelumnya, dan Dia Maha Melihat kepada semua ciptaanNya.

Laba-laba Peludah

Spesies laba-laba yang dikenal sebagai Scytodes membunuh korbannya dengan menyemprotkan campuran racun dan zat perekat. Cairan-cairan ini dibuat di dalam kelenjar besar di belakang matanya. Kelenjar ini terbagi dalam dua rongga. Yang satu berisi racun, yang lainnya berisi zat perekat. Laba-laba ini mengerutkan otot-otot di sekitar rongga perekat, maka zat perekat menyembur dari taringnya. Dengan pola semburan zig-zag, zat perekat ini membentuk jala yang merekatkan mangsa ke daun atau ranting yang dilewatinya.12 Dengan membuat mangsanya tak dapat bergerak dan melekat pada cabang atau daun, ia dapat menyantapnya di kemudian waktu.

Perangkap Pasilobus

Laba-laba yang hanya ditemukan di New Guinea ini sangat ahli dalam mempersiapkan perangkap. Jaring-jaring yang dibuat Pasibolus sangat lengket. Keseluruhan jaring dikalungkan di antara dua buah titik tetap. Ikatan pada ujung yang satu sangat ketat, sementara ujung yang lainnya dibiarkan longgar. Ini bukan suatu kesalahan, atau akibat kelalaian laba-laba. Bukti bahwa hal ini sebagai strategi berburu dapat kita ketahui saat seekor mangsa mendekat. Ketika seekor ngengat terbang menabrak jaring, ikatan yang longgar terlepas. Karena ujung yang satunya terikat kuat, serangga tersebut tetap tergantung bagai kantung yang tergantung di udara. Kemudian Pasibolus mendekatinya dan menyemprotkan zat perekat ke tubuhnya secara merata mulai dari kepalanya. Dengan cara ini, laba-laba ini menangkap mangsanya hidup-hidup.
KARAKTERISTIK-KARAKTERISTIK
LABA-LABA PELOMPAT


Lompatan Tanpa Cacat


Berbeda dari laba-laba spesies lainnya yang membuat jaring dan menunggu mangsa, laba-laba pelompat lebih suka menyerang mangsanya dengan cara melompat, sesuai dengan nama yang disandangnya. Laba-laba ini demikian ahlinya sehingga mampu menangkap serangga yang yang sedang terbang dari jarak setengah meter lebih.
Teknik yang mengagumkan ini bisa dipakai laba-laba berkat daya tekan hidrolik pada kedelapan kakinya. Pada akhir penyerangan, laba-laba ini menukik ke arah mangsanya dan menancapkan taringnya. Lompatannya biasanya dilakukan di antara tumbuh-tumbuhan di daerah yang lebat. Untuk bisa berhasil, laba-laba harus memperhitungkan sudut lompatan yang tepat, juga kecepatan dan arah gerak dari korbannya.
Yang lebih menarik lagi adalah cara laba-laba ini menghindari bahaya kematian setelah menangkap mangsanya. Karena harus melemparkan dirinya ke udara saat menangkap mangsanya, laba-laba ini menghadapi risiko kematian. Ia bisa jatuh luluh ke tanah dari ketinggian (biasanya dari puncak pohon). Namun laba-laba ini menghindari hal ini dengan menambatkan benang sutera yang dibuatnya ke cabang pohon tempat ia bertengger sebelum melompat. Ini mencegahnya jatuh dan membuatnya bergantung di udara. Benang tersebut cukup kuat untuk menahan beban tubuhnya dan mangsa yang ditangkapnya.


Misi: Mencari dan mengunci sasaran


Karakteristik lainnya dari laba-laba ahli melompat ini juga tak bercacat. Dua dari matanya yang terletak di tengah kepalanya menjorok ke depan seperti teropong. Dua matanya yang besar ini dapat bergerak ke kiri, ke kanan, ke atas dan ke bawah pada soketnya. Berkat retina mata yang berlapis empat, yang sensitif terhadap gelombang hijau dan ultraviolet, jarak pandang laba-laba ini baik sekali. Penglihatan keempat mata lain di sisi kepalanya tidak sejelas kedua mata depan ini, namun dapat merasakan setiap gerakan di sekitarnya. Dengan cara ini, hewan ini dengan mudah merasakan keberadaan mangsa atau musuh di belakangnya.13
Mari kita pikirkan apa yang telah kita pelajari sejauh ini. Konstruksi tubuhnya sedemikian rupa sehingga membuatnya lincah bergerak, dan mampu menangkap mangsanya dengan satu lompatan. Matanya juga mampu melihat mangsanya dari setiap arah.
Secara alami, laba-laba ini tidak berpikir bahwa mata-mata tambahannya bisa bermanfaat baginya, lalu kemudian menggunakannya. Mata-matanya ini tidak muncul secara kebetulan. Hewan ini diciptakan Tuhan, lengkap dengan semua karakteristiknya. Teori evolusi, yang tak mampu menjelaskan bagaimana terjadinya sebuah mata, tak mampu berkomentar terhadap kedelapan mata laba-laba pelompat ini, serta koordinasi diantara semuanya.

Teknik Penyamaran Yang Lengkap


Jika Anda ditanya apa yang dapat Anda lihat dalam gambar kanan-atas ini, umumnya Anda akan menjawab “beberapa semut di atas dan di bawah daun”. Namun sesuatu yang diam menunggu di bawah daun tersebut bukanlah seekor semut, melainkan laba-laba pelompat yang dikenal sebagai Myrmarachne. Satu-satunya cara untuk membedakan laba-laba tersebut dari semut adalah dari jumlah kakinya. Karena laba-laba memiliki delapan kaki sedangkan semut hanya enam.
Bagaimana laba-laba pelompat bisa mengelabui semut-semut? Ia melakukannya bukan hanya dengan bentuk penampilan saja, melainkan juga dengan perilakunya. Sebagai contoh, untuk menyembunyikan jumlah kakinya, laba-laba pelompat memegang dua kaki depannya untuk meniru antena semut.14 Dengan cara ini, kaki-kaki ini menyerupai antena semut. Sampai di sini kita mesti berhenti dan berpikir: itu berarti bahwa laba-laba dapat berhitung. Laba-laba ini menghitung jumlah kaki-kakinya dan jumlah kaki semut, dan kemudian membandingkannya. Melihat adanya perbedaan ini, ia mengerti bahwa ia harus menutupinya dengan cara yang sangat pintar dengan membuat dua kaki depannya menyerupai antena.
Sampai di sini, ada beberapa hal yang perlu dipikirkan. Pertama-tama, laba-laba samasekali berbeda secara fisik dari semut. Agar bisa menyerupai semut, tidak cukup bagi laba-laba hanya dengan mengangkat dua kakinya ke udara. Ia juga harus meniru cara semut berjalan dan posisi tubuhnya. Untuk itu ia harus menjadi pengamat yang ahli, juga ahli dalam meniru apa yang dilihatnya, seperti seorang aktor yang sedang memainkan sebuah peran.
Seperti telah kita lihat, laba-laba di atas menggunakan cara-cara peniruan yang memerlukan pemikiran, merubah pemikiran tersebut kedalam tindakan, dan melakukan perubahan-perubahan fisik saat melakukannya. Tak satu pun manusia yang berakal sehat akan menyangkal bahwa laba-laba tidak dapat melakukan semua itu. Satu saja alasannya, otak laba-laba tidak akan mampu memikirkannya. Jika demikian, apa yang menjadi sumber kemampuan laba-laba ini? Namun sebelum sampai pada suatu kesimpulan, sebaiknya kita lihat dahulu beberapa kemampuan lain yang diperlukan bagi sempurnanya penyamaran diatas.
Penyamaran laba-laba tidak sebatas uraian diatas. Agar nampak seperti semut, ia harus menyembunyikan matanya yang besar itu. Sebuah karakteristik laba-laba menyelesaikan masalah ini. Dua bintik gelap di kedua sisi kepala laba-laba menyerupai mata majemuk besar dari semut penganyam.15
Mari kita berhenti dan berpikir. Laba-laba ini tidak mengetahui adanya kedua bintik di sisi kepalanya. Sangat tidak logis untuk membicarakan bahwa seekor laba-laba mengetahui sesuatu hal dan secara sadar mengembangkan suatu strategi darinya. Dalam hal ini, bagaimana laba-laba ini bisa memiliki mata palsu dikedua sisi kepalanya? Bgaimana laba-laba bisa “belajar”, “menghitung”, dan “meniru”? Apa yang akan terjadi apabila ia tidak memiliki kedua mata palsu itu? Dalam keadaan demikian, sebagus apapun peniruan yang dilakukan laba-laba, semut akan dapat mengetahuinya. Jika semut-semut menyadari bahaya ini dan bereaksi sebelum laba-laba bertindak, maka akan tamat lah riwayat laba-laba ini. Semut-semut akan membunuh laba-laba dengan taringnya yang kuat. Jelas bahwa dapat meniru saja tidak lah cukup, laba-laba juga harus memiliki mata palsu sejak lahir agar penyamarannya berhasil.
Ini adalah beberapa karakteristik yang diperlukan laba-laba ini untuk dapat bertahan hidup. Satu saja hilang, laba-laba pelompat ini akan langsung mati. Karenanya mustahil bahwa laba-laba ini muncul dengan semua karakteristik di atas karena peristiwa kebetulan. Laba-laba dan semua karakteristiknya terjadi secara bersamaan. Tuhan telah menciptakan setiap mahluk hidup dalam bentuknya yang sempurna, lengkap dengan karakteristik-karakteristik yang diperlukan.

Rahang Pisau-lipat

Laba-laba jantan Myrmarachne plataleoides memiliki penampilan yang paling menarik. Ia memiliki “hidung” yang panjang. Ketika laba-laba ini menangkap mangsanya, atau jika dalam bahaya, ia membelah “hidung”-nya dan merubahnya menjadi rahang-rahang dengan taring terhunus pada masing-masing ujungnya.16 Ini dilakukannya dengan membuka lipatan pada “hidung”-nya itu. Selanjutnya, ia menggunakan alat tajam dan panjang ini layaknya sebuah pedang.

Kasih-sayang Laba-laba Pelompat

Pada saat-saat tertentu, laba-laba pelompat membawa anaknya yang baru lahir di punggungnya. Dengan cara ini ia dapat memenuhi kebutuhannya sekaligus melindungi anak-anaknya dengan lebih baik.17 Sebagai mesin pembunuh berdarah dingin, laba-laba ini pada saat yang sama sangat mengasihi keturunannya. Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan bagi kaum evolusionis, yang berpendapat bahwa ada persaingan hidup di antara mahluk-mahluk hidup, dan hanya yang dapat menyesuaikan diri yang dapat bertahan hidup. Namun jika kita amati mahluk-mahluk hidup di alam, kita akan menemui contoh-contoh yang bertentangan dengan pendapat mereka. Ada banyak contoh kasih-sayang yang nyata di antara mahluk-mahluk dalam spesies yang sama maupun di antara spesies yang berbeda. Fakta pengorbanan diri untuk mahluk hidup lainnya, atau mengambil risiko maut demi anak-anaknya, membuat kaum evolusionis menemui jalan buntu saat mereka melihat fakta alam. Sebuah majalah ilmiah menguraikan keadaan ini sebagai berikut:
Pertanyaannya adalah mengapa mahluk-mahluk hidup saling membantu? Menurut teori Darwin, setiap mahluk hidup selalu berperang untuk mempertahankan hidupnya dan untuk berkembang biak. Karena menolong mahluk-mahluk lain akan mengurangi peluang hidupnya sendiri, pola perilaku ini semestinya telah lama hapus. Sebaliknya, banyak fakta bahwa mahluk-mahluk hidup kadang mampu mengorbankan diri.18
Jelas mustahil untuk menjelaskan bahwa kasih-sayang induk binatang kepada keturunannya ini timbul melalui mekanisme evolusi. Ini merupakan fakta yang definitif sehingga banyak kaum evolusionis, seperti Cemal Yildrim, harus mengakuinya:
Adakah peluang untuk menjelaskan kasih-sayang terhadap keturunan dengan sistem “buta” yang tidak menyertakan faktor-faktor emosional (seleksi alam)? Sulit sekali untuk mengatakan bahwa para ahli biologi, dan para penganut Darwinisme, dapat memberikan tanggapan yang memuaskan terhadap pertanyaan ini.19
Tentu saja mustahil untuk menjelaskan konsep cinta, kasih-sayang dan keinginan melindungi dari sudut pandang sistem “buta” manapun. Karena Tuhan lah yang mengilhami seluruh perilaku binatang, yang tak memiliki kesadaran dan kecerdasan. Binatang apapun mustahil mampu berkorban, menyiapkan rencana, bahkan melakukan apapun dengan kemauannya sendiri. Tuhan lah yang mengendalikan semuanya.

KEAJAIBAN SUTERA
Setiap orang mengetahui bahwa untuk membuat jaring, laba-laba menggunakan benang sutera yang dihasilkan tubuhnya sendiri. Namun tahap-tahap pembuatan benang dan keistimewaan-keistimewaannya tidak begitu dikenal. Benang yang diproduksi laba-laba, dengan diameter kurang dari satu perseribu milimeter, lima kali lebih kuat dibanding tali baja yang berdimensi sama. Lebih dari itu, benang ini dapat molor hingga empat kali panjang normalnya. Yang menakjubkan lagi, sutera ini sangat ringan. Sebagai gambaran, benang sutera yang direntangkan mengelilingi bumi hanya memiliki berat 320 gram saja.20
Akan bermanfaat jika kita melihat lebih jauh pada detil teknis di atas. Fakta bahwa sutera lima kali lebih kuat dibanding baja, tidak dapat kita terangkan begitu saja. Karena baja, yang dikenal sebagai salah satu material terkuat di dunia, merupakan logam campuran yang diproduksi di pabrik besar dengan serangkaian proses-proses. Meskipun lima kali lebih kuat dibanding baja, sutera laba-laba tidak dibuat dalam pabrik-pabrik besar, melainkan dibuat oleh seekor arachnida. Dapat kita lihat bahwa semua laba-laba dapat membuatnya. Baja merupakan material berat, dan karenanya sulit digunakan. Baja dibuat dalam tungku besar pada temperatur tinggi, dan dipakai setelah melalui proses pendinginan dalam cetakan-cetakan. Berbeda dengan itu, benang laba-laba sangat ringan,dan dibuat dalam tubuh tubuh laba-laba yang kecil, bukannya dalam tungku-tungku dan cetakan-cetakan raksasa.
Aspek ajaib lainnya adalah elastisitasnya yang sangat tinggi. Sulit sekali bisa menemukan material yang kuat sekaligus elastis. Sebagai contoh, kabel baja merupakan salah satu bahan terkuat di dunia. Namun karena tidak elastik seperti karet, baja kehilangan bentuknya secara perlahan. Dan meskipun kabel-kabel karet tidak mengalami kehilangan bentuk, bahan ini tidak cukup kuat untuk mengangkat beban-beban berat. Sebaliknya, sutera laba-laba lima kali lebih kuat dibanding kawat baja dengan ketebalan yang sama, dan 30 persen lebih elastik dibanding karet yang tebalnya sama.21 Dalam istilah teknis, dari segi kekuatan tarik dan elastisitasnya, tidak ada material lain yang menyerupai benang laba-laba.
Hasil riset terhadap laba-laba beberapa dekade yang lalu telah menimbulkan beberapa pertanyaan. Sebagai contoh, sementara manusia membuat kabel-kabel baja dan karet berdasarkan pengetahuan yang dikumpulkannya beratus-ratus tahun yang lalu, pengetahuan apa yang digunakan laba-laba untuk membuat benang yang demikian unggul? Mengapa manusia tidak dapat memahami formulanya dan menggunakannya dalam praktek? Apa yang membuat sutera laba-laba demikian unggul? Jawabannya tersembunyi dalam kunstruksi sutera. Riset yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan pengolah bahan kimia internasional baru bisa menentukan sebagian bahan dari benang laba-laba ini.


Pembuatan Sutera

Sutera yang dibuat laba-laba jauh lebih kuat dibanding serat alami atau serat sintetik manapun yang kita kenal. Menyadari hal ini, para ilmuwan mulai bereksperimen untuk memahami bagaimana laba-laba membuatnya. Mereka yang pertama kali melakukannya berpikir bahwa hal tersebut semudah mengambil sutera dari ulat sutera. Namun ternyata pikiran mereka keliru.
Setelah melakukan riset, ahli zoologi evolusioner dari Aarhus University Denmark, Fritz Vollrath menyatakan bahwa tidak mungkin untuk memperolehnya secara langsung dari laba-laba. Menghadapi kenyataan ini, para ilmuwan mendapat gagasan alternatif berupa “produksi sutera laba-laba buatan”. Namun sebelum itu, para peneliti harus mengetahui cara laba-laba membuat suteranya. Dan ini membutuhkan waktu beberapa tahun. Dalam karyanya beberapa waktu kemudian, Vollrath menemukan beberapa bagian dari cara pembuatan tersebut. Cara yang digunakan laba-laba sungguh serupa dengan proses yang digunakan untuk membuat serat-serat industri seperti nilon: laba-laba mengeraskan suteranya dengan mengasamkannya. Vollrath memusatkan penelitiannya pada laba-laba taman yang dikenal sebagai Araneus diadematus, dan memeriksa saluran yang dilalui sutera sebelum keluar dari tubuhnya. Sebelum memasuki saluran ini, sutera terdiri dari protein-protein sutera. Di dalam saluran ini, sel-sel khusus mengeluarkan air dari protein-protein sutera tersebut. Atom-atom hidrogen yang diambil dari air tersebut dipompakan ke bagian lain dari saluran dan menghasilkan bak asam. Ketika protein-protein sutera bersentuhan dengan asam tersebut, protein-protein ini melipat dan saling membentuk jembatan-jembatan yang mengeraskan suteranya.22 Tentu saja pembentukan sutera ini tidak sesederhana itu. Agar sutera terbentuk, diperlukan bahan-bahan lain dengan segudang sifat yang beragam.
Bahan mentah sutera laba-laba adalah “keratin”, suatu protein yang tampil sebagai untaian helikal terjalin dari rantai-rantai asam amino. Bahan ini juga ditemukan pada rambut, tanduk dan bulu binatang. Laba-laba memperoleh semua bahan mentah suteranya dari sintesis asam-asam amino dari hasil pencernaan mangsanya. Laba-laba juga makan dan mencerna jaringnya sendiri sebagai bahan untuk membuat jaring berikutnya.
Letak kelenjar sutera laba-laba ditemukan di daerah sekitar dasar perut laba-laba. Masing-masing kelenjar menghasilkan elemen yang berbeda. Beragam jenis benang sutera dihasilkan dari beragam kombinasi elemen-elemen dari kelenjar-kelenjar ini. Ada keserasian yang sangat tinggi di antara kelenjar-kelenjar tersebut. Selama proses produksi sutera, digunakan pompa-pompa dan sistem tekanan khusus yang canggih di dalam tubuh laba-laba. Sutera mentah yang diproduksi dikeluarkan dalam bentuk serat-serat melalui cerat-cerat pemintal (nosel) yang berfungsi seperti keran. Laba-laba dapat mengatur tekanan semprotan dari cerat-cerat ini sesuai dengan keinginannya. Ini merupakan ciri yang sangat penting karena dengan cara inilah pembentukan molekul-molekul yang membentuk keratin mentah diubah. Dengan mekanisme kendali pada katup-katup tersebut; diameter, daya tahan, dan elastisitas benang dapat diubah saat pembuatan. Maka benang dapat dibentuk dengan karakteristik yang dikehendaki tanpa harus mengubah komposisi kimianya. Jika dikehendaki perubahan yang lebih besar pada benang, kelenjar lain harus bekerja. Benang-benang sutera halus yang dihasilkan, dengan berbagai keistimewaannya, dibentuk sesuai keinginan dengan menggunakan kaki-kaki belakang secara piawai.
Perbandingan campuran antara elemen-elemen yang dihasilkan keenam kelenjar sangat penting. Sebagai contoh, jika benang lengket yang dibuat, dan jumlah bahan perekatnya tidak memadai, maka kemampuan untuk menangkap mangsa akan hilang. Jika bahan perekatnya terlalu banyak, daya-guna jaring akan berkurang. Untuk mencapai tujuan yang dikendaki, produk-produk kelenjar lain harus digunakan dengan kadar yang benar.
Hasil dari proses-proses ini adalah sutera laba-laba dengan beragam sifat, yang semuanya berbeda satu sama lain, dan mampu melayani berbagai fungsi. Sutera laba-laba begitu kuat sehingga ahli zoologi, Vollrath, mengungkapkannya dengan kata-kata berikut: “Sutera laba-laba lebih kuat dan lebih elastis dibanding Kevlar, sementara Kevlar adalah serat terkuat buatan manusia.”23
Ini hanya sebagian dari sifat khas sutera laba-laba. Tidak seperti Kevlar, bahan plastik kuat untuk pembuatan jaket anti peluru, sutera laba-laba dapat didaur ulang dan digunakan berkali-kali.
Hal yang paling penting di sini adalah bahwa produk yang paling sempurna di dunia ini, yang lebih kuat dari baja dan lebih elastik dibanding karet, di buat di dalam tubuh laba-laba. Pabrik tekstil terbesar dengan teknologi termaju, juga laboratorium kimia terlengkap dan termoderen sekalipun belum sanggup membuat bahan yang menyerupai sutera laba-laba. Lalu bagaimana seekor laba-laba mampu merencanakan bahan kimia yang begitu unggul? Setelah merencanakannya, bagaimana ia mengetahui sumber bahan mentah yang diperlukan untuk membuatnya? Bagaimana pula ia menentukan kadar keenam bahan dasarnya? Peralatan apa yang dipakainya untuk menentukan perbandingan bahan dasar tersebut?
Tidak diragukan bahwa semua itu mustahil terjadi secara kebetulan, sebagaimana dinyatakan kaum evolusionis. Laba-laba tak akan mampu menciptakan sistem baru dalam tubuhnya sendiri. Mustahil ia dapat mengetahui sekonyong-konyong apa saja yang diperlukan lalu kemudian menempatkannya di dalam tubuhnya. Gagasan seperti itu jauh dari kenyataan ilmiah dan logika.
Jelas sistem yang mampu menghasilkan sutera dengan beragam keistimewaan itu tidak mungkin terjadi dengan sendirinya. Pernyataan seperti itu hanyalah omong-kosong belaka.
Tuhan, Pencipta langit dan bumi, lah yang menciptakan laba-laba dengan semua sistemnya yang halus dan rumit ini, Dia lah yang menciptakan segalanya tanpa cacat sedikit pun, dan Dia Maha Mengetahui atas segala mahlukNya.

…Tiada sekutu bagiNya di Kerajaan ini. Dia lah yang menciptakan segala sesuatu dan menentukannya dengan ukuran yang tepat. (Surat Al-Furqan:2)


Benang Yang Paling Cocok Bagi Peruntukannya

Tidak dikenal luas bahwa laba-laba menggunakan lebih dari satu jenis benang saat membuat jaringnya. Sebenarnya, laba-laba membuat beragam benang dalam tubuhnya untuk tujuan yang berbeda-beda. Jelas karakteristik ini sangat penting jika kita melihat kehidupan laba-laba. Penting karena benang-benang untuk berjalan, untuk menangkap mangsa, dan untuk membungkus mangsa harus berbeda satu dengan lainnya. Sebagai contoh, jika benang yang digunakan untuk berjalan sama lengketnya dengan benang untuk menangkap mangsa, maka laba-laba akan terjerat padanya dan berakibat kematian.
Mari kita lihat sebuah contoh. Semua laba-laba membuat dan menggunakan beragam sutera. Namun nampaknya, laba-laba Araneid merupakan pembuat jaring bola paling banyak ragam suteranya. Sedikitnya, laba-laba ini membuat tujuh macam sutera. Yang pertama adalah sutera yang membentuk kerangka dan jari-jari bola serta tali-gantung (dragline) untuk dia turun ke bagian bawah; yang kedua adalah sutera lengket yang digunakan untuk membentuk spiral penangkap. Sebagai tambahan, laba-laba ini membuat perekat untuk melapisi sutera spiral tersebut; serat-serat tambahan yang memperkuat kerangka dan tali-gantung; sutera kokon; sutera untuk membungkus mangsa; dan sutera untuk melekatkan kerangka dan tali-gantung ke struktur pondasi.24
Semua sutera ini, dengan beragam kekuatan dan elastisitas, juga memiliki ketebalan dan daya lengket yang berbeda-beda. Tali-gantung yang menjadi bagian terpenting dari kehidupan laba-laba, misalnya, tidak memiliki daya-rekat meskipun kuat dan elastik. Tali ini dapat menahan beban hingga dua atau tiga kali berat tubuh laba-labanya. Berkat tali sutera inilah laba-laba yang sedang membawa mangsa dapat bergerak aman ke atas dan ke bawah.
Sebagaimana telah kita lihat, agar dapat bertahan hidup, laba-laba harus mampu membuat beragam jenis sutera dan tahu di mana harus menggunakan masing-masing jenis sutera tersebut. Hilang satu jenis saja berarti kematian baginya.
Mustahil seekor laba-laba dapat bertahan hidup tanpa memiliki semuanya itu secara bersamaan. Bayangkanlah seekor laba-laba yang mampu membuat jaring yang sempurna namun tak memiliki daya-rekat. Jaringnya tidak akan berguna sama sekali. Menunggu beribu-ribu tahun untuk terjadinya proses evolusi juga bukan suatu pilihan baginya, karena tanpa pengetahuan ini laba-laba akan mati dalam beberapa hari saja. Atau bayangkan lagi seekor laba-laba yang mampu membuat beragam sutera tetapi tak mampu membuat jaring dari sutera tersebut. Tentu saja sutera buatannya tak berguna sama sekali, dan lagi-lagi ia akan mati. Bahkan jika ia mampu membuat semua jenis sutera kecuali sutera kokon untuk melindungi telur-telurnya, maka laba-laba tersebut akan punah. Maka, laba-laba tak pernah memiliki waktu untuk mendapatkan semua karakteristik yang kini dimilikinya satu demi satu secara bertahap sebagaimana pernyataan kaum evolusionis.
Tidak satu keistimewaan pun dapat terjadi secara bertahap seperti dinyatakan kaum evolusionis. Sejak laba-laba pertama yang lahir ke bumi, semua laba-laba harus berwujud lengkap. Semua fakta ini merupakan bukti bahwa laba-laba muncul ke dunia langsung dalam bentuknya yang sempurna. Dengan kata lain, laba-laba diciptakan oleh Tuhan. Dengan keajaiban penciptaan laba-laba ini, Tuhan hendak menunjukkan kepada kita kekuasaan dan ilmuNya yang tiada batas.


Elastisitas Benang Sutera

Bergantung pada tujuan pemakaiannya, benang laba-laba memiliki sifat-sifat yang berbeda. Sebagai contoh, benang-benang lengket berbeda dari benang untuk tali-gantung yang dibuat dalam kelenjar yang berbeda pula. Benangnya lebih tipis dan lebih elastik. Dalam kondisi tertentu, benang jenis ini dapat molor hingga 500-600 persen.
Laba-laba memiliki sistem pompa-dan-katup yang memungkinkannya mampu membuat benang sutera. Saluran-saluran kelenjar mengentalkan zat yang dipancarkannya menjadi bentuk yang sangat pekat - suatu kristal cair yang molekul-molekulnya tersusun dalam garis-garis sejajar. Gaya-gaya geser kuat yang ditimbulkan cerat ekstrusi pada benang yang keluar, menyebabkan rantai-rantai membentuk struktur tersier stabil yang disebut sebagai lapisan/lembaran berlipit-beta (beta-pleated sheet).
Kristal-kristal protein ini selanjutnya dimasukkan kedalam matriks semacam karet, yang tersusun dari rantai-rantai asam amino, yang tidak terhubung ke lapisan-lapisan berlipit-beta. Namun, tali-tali helikal ini terikat dalam keadaan yang berentropi tinggi. Kondisi acak inilah tepatnya yang menyebabkan elastisitas luar biasa, seperti karet, pada sutera. Meregangkan benang sutera menyebabkan lepasnya tali-tali protein dari keadaan tidak-teraturnya, sedangkan mengulurnya memungkinkan tali-tali ini berhubungan kembali membentuk ketidakteraturan.25
Elastisitas benang-benang lengket memungkinkan terhentinya gerakan serangga yang menubruknya secara perlahan-lahan. Dengan demikian, bahaya putusnya jaring berkurang. Zat perekat yang digunakan diproduksi dalam grup kelenjar-kelenjar lain yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. Bahan ini sedemikian rekatnya sehingga serangga yang terjerat jaring mustahil dapat lolos.


Benang Laba-laba Lebih Kuat Daripada Baja

Sutera laba-laba merupakan skleroprotein yang dipancarkan dari cerat pemintal dalam bentuk cairan. Skleroprotein adalah sejenis protein yang mengeras dan membentuk struktur elastik yang kokoh jika berhubungan dengan udara. Berkat protein inilah sutera laba-laba sangat kuat. Sutera ini demikian kuat dan alotnya sehingga jaringnya dalam skala besar dapat menangkap pesawat udara.26
Elastisitas sutera diimbangi oleh kekuatannya. Karena merupakan bahan komposit, seperti serat-serat gelas dalam resin, sutera memiliki kekuatan tinggi. Kristal dan matriksnya tidak mudah hancur. Benang yang teregang biasanya melesak karena retakan pada permukaannya membelahnya secara memasung. Gaya-gaya yang bekerja di sepanjang serat terpusat pada retakan dan mengakibatkan sobekan kedalam yang semakin cepat. Namun, retakan semacam ini hanya dapat terus bergerak jika tidak menemui rintangan. Kristal-kristal dalam matriks karet dari sutera laba-laba merupakan rintangan-rintangan yang membelokkan dan melemahkan gaya sobekan ini.27
Pada benda yang tegang, kerusakan sedikit pun pada permukaannya bisa membahayakan. Namun pada benang laba-laba, risiko ini terhindari dengan adanya tindakan pencegahan. Ketika laba-laba taman membuat suteranya, pada saat yang sama ia melapisinya dengan bahan cair sedemikian rupa sehingga setiap kemungkinan retakan pada permukaan sutera bisa dihindari. Cara yang dilakukan laba-laba berjuta-juta tahun lamanya ini, kini digunakan pada kabel-kabel industri kekuatan tinggi untuk beban berat.
Sejauh ini, uraian di atas merupakan uraian teknis dari keajaiban konstruksi sutera laba-laba. Kini kita harus berhenti dan berpikir. Kebenaran apa yang mendasari penjelasan teknis ini? Jelas sekali bahwa laba-laba tidak mengetahui tentang protein-protein dan keadaan kristal dari atom. Ia juga tidak mengetahui ilmu kimia, fisika, ataupun ilmu rekayasa. Ia adalah mahluk tanpa kemampuan berpikir. Karena keistimewaan-keistimewaan yang dimilikinya, mustahil semua ini sebagai akibat kejadian kebetulan. Namun jika demikian, lalu siapa yang membuat rencana-rencana dan perhitungan-perhitungan di atas? Karena setelah kita pelajari dari jaring dan suteranya, dan dari cara berburu serta cara hidupnya, jelas sekali bahwa operasi teknis tanpa cacat ini tidak mungkin terjadi dengan sendirinya.
Setiap laba-laba yang kita lihat di sudut-sudut taman atau di sela-sela tanaman di taman, dengan kemampuan kimia, fisika dan arsitekturalnya, lagi-lagi merupakan bukti yang jelas dari karya-cipta Tuhan. Pada mahluk hidup ini, Tuhan hendak menunjukkan kepada kita kebijakanNya yang tak berbatas, Kekuasaan ciptaanNya yang tiada tanding. Tuhan menyatakan kebenaran ini di dalam Al-Qur’an:

Semua yang di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah. Dia lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. KepunyaanNya lah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Surat Al-Hadid:1-2)


Teknik Pembuatan Jaring Yang
Mengagumkan Dari Laba-laba Taman


Laba-laba taman menggunakan tiang penopang untuk memperkokoh sarang mereka. Pada jaringnya, laba-laba menstabilkan spiral terluarnya dengan 4 hingga 6 titik pegangan dan menggantungnya secara vertikal untuk menangkap serangga yang sedang terbang. Selain itu, laba-laba ini melekatkan pemberat pada bagian bawah benang spiral terluar, dari benang pendek lainnya sedemikian rupa sehingga membuatnya tegang. Pemberat ini, yang membuat jaring menjadi kuat dan berayun di udara, bisa berupa batu kecil, sepotong kayu, atau cangkang siput. Para ilmuwan telah mengamati bahwa jika mereka mengangkat dengan hati-hati pemberat yang tergantung pada jaring tanpa melepaskannya dan tanpa menghentikan ayunannya, laba-laba yang sedang menunggu di sarangnya segera muncul dan memeriksanya. Kemudian laba-laba tersebut memperpendek benangnya agar pemberat tersebut berayun bebas kembali. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa semua itu dilakukan laba-laba untuk memperkokoh jaringnya.28


Perangkap Paling Kejam Di Dunia

Mangsa yang tertangkap dalam sebuah jaring laba-laba tidak bisa berkutik sama sekali. Perangkap ini dipersiapkan sedemikian piawainya sehingga setiap gerakan korban untuk lolos mengakibatkan hilangnya elastisitas benang dan semakin mempererat jeratan pada mangsa. Sejalan dengan waktu, dan setelah korban kehabisan tenaganya, jaring menjadi semakin kuat dan semakin tegang dari sebelumnya. Laba-laba yang mengawasi perjuangan sia-sia ini, dari salah satu sudut jaring, dengan mudah dapat membunuh mangsanya yang telah lunglai.
Ketika serangga yang terperangkap berusaha lolos, seseorang bisa saja menduga bahwa jaringnya akan rusak dan korban akan lolos dari perangkap. Namun yang terjadi malah sebaliknya. Jaring tersebut menjadi semakin kuat dan sama sekali membuat serangga mati kutu. Bagaimana jaring laba-laba bisa menjadi lebih kuat ketika korban berusaha untuk lolos?
Jawabannya muncul saat kita memeriksa struktur jaringannya. Benang-benang penangkap berubah bentuk karena kelembaban udara. Perubahan ini terjadi sebagai berikut. Benang spiral laba-laba taman terbentuk dari menyatunya dua serat berlapis-cairan. Cairan lengket ini dibuat dalam kelenjar yang berbeda dari kelenjar penghasil serat. Benang sutera yang keluar dari kelenjar serat secara sinambung dilapisi bahan lengket ini. Sumber bahan perekat ini adalah glikoprotein yang dikandungnya. Lebih jauh lagi, 80 persen bahan ini adalah bahan ekonomis, yakni air.29
Ketika bertemu dengan air di udara, cairan lengket ini terurai menjadi butiran-butiran kecil yang melekat ke benang. Pengerutan dan peregangan benang lengket secara cepat dan berulang akan membengkokkan dan meluruskan serat-serat inti dalam butiran-butiran ini. Karenanya, keseluruhan sistem serat-inti dan pelapis selalu dalam keadaan tertarik, dan membuat benang lengket ini tetap tegang. Energi dari hentakan angin atau dari gerakan serangga tidak hanya diserap sutera saja, melainkan oleh keseluruhan sistem tersebut.
Serat-serat inti memberikan andil juga dalam keseluruhan proses di atas. Seperti halnya karet yang diperkuat, serat-serat ini terplastisasi dan mendapat manfaat langsung dari elastisitas entropik yang bergantung pada temperatur. Karena energi kinetik dari mangsa sebagian besar berubah menjadi panas, benang-benang menjadi hangat. Pemanasan ini meningkatkan entropi, dan karenanya serat-serat inti menjadi semakin kuat. Energi yang diserap dari mangsa benar-benar memperkuat benang penangkap, dan hal ini terjadi karena kepandaian laba-laba dalam menggunakan pelapisan encer.30 Dari segi ini, jaring laba-laba merupakan perangkap paling kejam yang ada di alam.
Anda mungkin bertanya, apakah keistimewaan-keistimewaan ini terdapat pula pada benang-benang sutera lain. Apa yang terjadi jika memang demikian halnya? Misalnya, apa yang terjadi jika benang penahan-beban memiliki kapasitas regang yang sama? Tentunya akan sangat sukar bagi laba-laba untuk membawa dirinya dan mangsanya. Berbeda dari benang-benang penangkap, sutera penahan-beban yang membentuk kerangka jaring laba-laba dilapisi zat kimia lain yang melindunginya dari air, karena benang ini tidak harus seelastis benang lengket.
Seperti telah kita lihat, laba-laba membuat zat pelapis yang berbeda untuk fungsi dan konstruksi sutera yang berbeda. Lalu, bagaimana laba-laba dapat mengetahui ragam efek fisika dan efek kimia dari zat pelapis ini? Berpegang teguh dengan pendapat bahwa laba-laba telah terlatih, atau belajar dari pengalaman, atau terjadi karena kebetulan sungguh jauh dari akal sehat.
Sedikit pemikiran saja sudah cukup untuk mendapatkan jawaban yang benar. Agar laba-laba bisa merencanakan semua ini, maka ia harus mempelajari semua struktur-struktur molekul, serta mekanisme kimia yang menyebabkan pemadatan benda cair seperti yang telah kami uraikan di atas. Setelah mempelajari semua itu, ia harus mengambil keputusan untuk memproduksinya. Setelah keputusan itu diambil, ia harus melakukan perubahan pada tubuhnya dan menyusun sistem-sistem untuk membuat semua produk tersebut.
Tentu saja yang demikian itu hanya skenario khayal belaka. Seperti telah kita lihat, perencanaan tubuh laba-laba yang demikian sempurna dan perilakunya yang memiliki tujuan, tidak dapat dijelaskan dengan peristiwa apapun di alam, atau dengan kekuatan apapun. Dan semua orang yang berakal sehat dapat melihat bahwa laba-laba tak akan mampu melakukan sendiri semua itu bagi dirinya. Karenanya, mustahil menjelaskan perilaku laba-laba dan struktur fisiknya, dengan istilah perubahan-perubahan yang bertahap sejalan dengan waktu, atau dengan proses evolusioner lainnya.
Semua mahluk hidup di alam memiliki karakteristik yang serupa, atau bahkan lebih rumit, dibanding laba-laba. Mempelajari salah satunya saja akan cukup untuk meyakinkan adanya rencana nyata dalam mahluk-mahluk ini. Sangat jelas ada suatu kekuatan yang menguasai mereka. Rencana fisiknya, juga perilakunya membuktikan bahwa mahluk-mahluk hidup ini dibuat oleh Sang Pencipta, yakni Tuhan. Kecerdasan saja tidak akan memadai untuk bisa melihat hal ini. Tuhan, Penguasa seluruh dunia telah menyatakan fakta ini kepada manusia dalam ayatNya, ‘(Dia lah) Penguasa Timur dan Barat dan segala yang ada di antaranya. Jika saja kamu menggunakan akalmu.’ (Surat Asy-Syuara:28)


Sutera Laba-laba Dan Industri Pertahanan/Senjata

Kekuatan dan elastisitas bahan merupakan hal yang sangat penting dalam sektor industri. Kekuatan memperluas bidang penerapan, sedangkan elastisitas meningkatkan kemudahan penerapannya. Dari segi kekuatan dan elastisitasnya, benang laba-laba merupakan bahan paling sempurna di dunia. Karena alasan inilah para peneliti sangat menggiatkan kajian mereka terhadap sutera laba-laba pada kuartal terakhir abad 20. Sebagai hasilnya, mereka telah mampu membuat bahan kimia yang serupa dengan sutera namun dengan mutu yang jauh lebih rendah. Pendek kata, meskipun menggunakan seluruh sumberdaya dan penelitian mendalam, serta teknologi moderen belum mampu menghasilkan suatu benang yang setara dengan benang yang dibuat laba-laba.
Benang laba-laba merupakan suatu protein yang terdiri dari asam-asam amino: glisin, alanin, serin, dan tirosin. Perusahaan Du Pont telah memproduksi beragam serat sintetik dengan menggali formula kimia sutera, dan dengan menentukan tata-letak molekul-molekul penyusunnya. Setiap molekul raksasa dalam polimer sintetik ini terbuat dari ribuan rantai molekular atom-atom karbon, oksigen, nitrogen, dan hidrogen. Produk buatan yang dikenal dengan nama Kevlar ini merupakan serat organik yang terbaik. Dengan kekuatan dan elastisitasnya, serat-serat sintetik Kevlar memiliki karakteristik fisik yang mendekati sutera laba-laba.
Kevlar digunakan pada sabuk pengaman mobil dan dalam berbagai bagian dari pakaian pelindung. Bahan penting ini juga banyak digunakan dalam industri pesawat terbang dan kapal laut sebagai bahan luar, dalam produksi serat-optik dan kabel-kabel elektro-mekanik, dalam industri tali dan kabel, dan dalam berbagai peralatan olah-raga.
Serat Kevlar terbuat dari “poli-parafenilena tereftalamida”. Serat yang terdiri dari rantai-rantai molekular panjang ini tahan tekuk dan cocok untuk benang berkat konstruksinya. Karena ringan dan tahan lama, bahan ini kini banyak digunakan di berbagai bidang industri.
Salah satu bidang yang terpenting yang memanfaatkan Kevlar di abad ini adalah industri pertahanan/senjata. Rompi anti peluru yang biasanya terbuat dari baja, kini dibuat dari kain tenun serat Kevlar, yang penampilannya tidak berbeda dari kain biasa. Berkat sifat redam-kejutnyanya, Kevlar mengurangi gaya tumbukan peluru. Ini merupakan temuan teknologi paling penting dan paling berguna. Meskipun demikian, kekuatan redam-kejut serat Kevlar hanya lah sepertiga dari kekuatan redam-kejut sutera laba-laba.
Jadi, fakta ini menyimpulkan bahwa pusat-pusat riset ilmiah dengan teknologi terbarunya hanya mampu menghasilkan tiruan yang mutunya lebih rendah dibanding sutera buatan laba-laba. Perbedaan ini merupakan bukti bahwa Tuhan lah yang menciptakan mahluk-mahluk hidup dengan kekuasaanNya yang tiada tanding.


Pemanfaatan Sutera Laba-laba Dalam Kehidupan Manusia

Selama riset kimiawi terhadap sutera laba-laba, benang-benang sutera diambil dari laba-laba dengan mesin-mesin khusus. Dengan cara ini bisa diperoleh 320 meter sutera per hari dari satu ekor laba-laba (sekitar 3 miligram) tanpa melukainya.
Ilmu kedokteran merupakan bidang lain yang menggunakan benang laba-laba melalui cara di atas. Dengan kata lain, laba-laba telah dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Para ahli Farmakologi di Wyoming University, Amerika Serikat, menggunakan benang laba-laba Nephila sebagai benang jahit untuk operasi yang sangat sensitif, seperti operasi-operasi pada tendon dan persendian.

JARING LABA-LABA SUATU KEAJAIBAN PERENCANAAN
Jaring laba-laba terbuat dari benang-benang kerangka penahan-beban dan benang-benang spiral penangkap berlapiskan zat perekat yang diletakkan di atasnya, serta benang-benang pengikat yang menyatukan kesemuanya. Benang-benang spiral penangkap tidak sepenuhnya terikat pada benang-benang perancah. Dengan ikatan seperti ini, makin banyak korban bergerak makin terjerat ia pada jaring. Saat melekat ke seluruh tubuh serangga korban, benang-benang penangkap secara berangsur-angsur kehilangan elastisitasnya, dan semakin kuat serta semakin kaku. Karenanya, korban terperangkap dan tak dapat bergerak. Setelah itu, bagai paket makanan hidup, mangsa yang terbungkus benang-benang perancah alot ini tak memiliki pilihan lain kecuali menanti kedatangan laba-laba untuk melakukan serangan terakhir.


Daya Redam-kejut Jaring Laba-laba

Untuk menjadi perangkap yang efektif, jaring laba-laba tidak cukup hanya bersifat lengket atau terbuat dari benang-benang dengan karakteristik yang berbeda-beda. Misalnya, jaring tersebut harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menangkap serangga yang sedang terbang. Jika kita andaikan serangga yang tertangkap jaring sebagai peluru kendali, maka menghentikan serangganya saja tidak lah cukup. Mangsa yang tertangkap jaring harus dibuat tidak bergerak sehingga laba-laba dapat mendekatinya dan menggigitnya. Menangkap peluru kendali dan menghentikannya bukan lah pekerjaan yang mudah.
Selain kuat, benang-benang yang membentuk jaring laba-laba juga elastik. Namun tingkat elastisitasnya pada masing-masing daerah berbeda. Elastisitas ini penting untuk alasan-alasan berikut ini:
Jika tingkat elastisitasnya lebih rendah dari yang diperlukan, serangga yang terbang menuju jaring akan terpental balik seperti menubruk sebuah pegas yang keras.
Jika tingkat elastisitasnya lebih tinggi dari yang diperlukan, serangga akan memolorkan jaring, benang-benang lengket akan menempel satu sama lain dan jaring tersebut akan kehilangan bentuknya.
Pengaruh angin telah masuk dalam perhitungan elastisitas benang. Jadi, jaring yang teregang oleh angin dapat kembali ke bentuk semula.
 Tingkat elastisitas juga sangat berhubungan dengan benda yang melekat pada jaring. Sebagai contoh, jika jaring melekat pada tumbuhan, elastisitasnya harus mampu menyerap setiap gerakan yang disebabkan tumbuhan tersebut.
Benang-benang penangkap yang terjalin berbentuk spiral letaknya saling berdekatan satu dengan lainnya. Ayunan kecilpun dapat saling melekatkan satu dengan lainnya, dan menyebabkan celah-celah pada medan perangkap. Itulah sebabnya benang-benang penangkap yang lengket dan berelastisitas tinggi ini terletak di atas benang-benang kering yang berelastisitas rendah. Ini untuk mencegah potensi terbentuknya celah untuk lolos.
Seperti telah kita lihat, pada setiap segi jaring dapat kita lihat suatu keajaiban struktural. Hal ini sekali lagi mengungkapkan betapa bodohnya teori evolusi itu. Mustahil sekali suatu kejadian kebetulan dapat mengajarkan kepada laba-laba cara menciptakan sifat redam-kejut pada jaringnya. Tuhan lah yang menganugrahinya kemampuan ini. Dia lah yang membuatnya mampu menunjukkan perilaku fungsional.

Dia lah Allah – Pencipta, Pembuat, dan Pemberi bentuk. Baginya semua nama-nama yang baik. Segala yang di langit dan di bumi bertasbih kepadaNya. Dia Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (Surat Al-Hashr:24)


Jaring-jaring Tiga-Dimensi


Jaring-jaring tiga dimensi memiliki struktur yang lebih rumit dibanding jaring-jaring dua dimensi. Sementara jaring dua dimensi terletak dalam satu bidang datar, jaring tiga dimensi merupakan struktur tiga dimensi yang rumit. Jaring dari jenis ini mirip sebuah tumpukan bola-bola wool. Karenanya lebih sukar diurus dibanding jaring dua dimensi. Jika jaring menangkap serangga-serangga kecil atau parasit-parasit yang tak berarti, maka banyak pekerjaan yang harus dilakukan laba-laba pemilik jaring. Karena alasan inilah laba-laba ini membuat jaring di tempat yang jauh dari gangguan semacam ini.
Salah satu laba-laba yang menggunakan jaring semacam ini adalah laba-laba Black Widow. Dalam jaring yang memiliki keunggulan arsitektural ini terdapat pula suatu perangkap mekanis. Perangkap ini membentuk bola sutera yang rapat dan lengket. Bola jaring ini diikatkan ke tanah dengan benang-benang yang tidak begitu kuat. Segera setelah mahluk bergerak melekat pada jaringnya, benang-benang pengikat ini putus, dan bola jaring ini karenanya tidak terikat lagi ke tanah. Kemudian, laba-laba segera menarik perangkap tersebut ke atas menuju jaring tiga-dimensi, dan membunuh mangsanya yang telah mati kutu.
Kita harus melihat secara saksama rencana serta cara yang digunakan laba-laba ini dalam membuat perangkapnya, karena nampak sekali terdapatnya unsur kecerdasan yang terlibat dalam perencanaan jaring tersebut. Dengan ataupun tanpa perangkap mekanis, pada jaring-jaring tiga-dimensi digunakan cara yang sama untuk memperlambat gerakan terbang mangsanya. Penerapannya nampak secara khusus pada kerangka rencana yang menggunakan banyak benang-benang lemah. Ketika serangga tertangkap, benang-benang lemah ini melesak. Karena energi gerak dari serangga tersebut terserap oleh melesaknya benang-benang, kecepatannya menjadi berkurang. Selanjutnya, benang-benang penangkap menjerat serangga yang menggeliat.
Tentu saja laba-laba ini tidak belajar sendiri bagaimana membuat jaring-terencana tanpa cacat ini setelah menjalani apa yang disebut periode evolusi. Seperti mahluk hidup lainnya, laba-laba mematuhi perintah Tuhan. Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang telah menyerukan hal ini dalam ayat suciNya “ segala yang di langit dan di bumi, secara sukarela ataupun terpaksa, tunduk kepadaNya. Dan kepadaNya lah mereka akan dikembalikan”. (Surat Ali Imran:83)


Cara Mengurus Jaring

Jaring laba-laba memerlukan pengurusan yang terus menerus, karena bagian spiral lengketnya bisa rusak oleh hujan atau oleh gerakan mangsa yang berusaha lolos. Lebih dari itu, debu yang menempel pada jaring dapat merusak daya lekat benang-benang spiral.
Bergantung pada letaknya, dalam waktu yang singkat – 24 jam, sebuah jaring bisa kehilangan sifat-sifat yang membuatnya mampu menangkap serangga. Karena alasan inilah, jaring dibongkar secara berkala dan dibangun kembali. Laba-laba makan dan mencerna benang-benang jaring yang dibongkarnya. Ia menggunakan asam-asam amino dari benang yang dicernanya untuk membangun jaring yang baru.31
Bagian jaring yang dimakan, dan waktunya, berbeda-beda tergantung spesies laba-labanya. Laba-laba taman, misalnya, tidak pernah menyentuh kerangka jaring, tetapi hanya makan benang jari-jari dan benang spiralnya saja.
Laba-laba tropis membangun jaring-jaringnya pada malam hari dan memakannya menjelang pagi. Laba-laba di daerah panas makan jaringnya pada malam hari dan membangun yang baru untuk keperluan siang hari, karena di daerah ini serangganya tidak sebanyak di daerah tropis. Karena alasan inilah jaringnya harus tetap terpasang disepanjang siang.


Membangun Jaring Sesuai Mangsanya


Laba-laba membuat jaringnya sesuai dengan ukuran mahluk-mahluk yang hendak ditangkapnya. Laba-laba Amerika Selatan, misalnya, membuat jaring dengan bukaan sempit untuk memudahkan penangkapan semut putih yang keluar mencari sarang baru di bulan September. Jika ingin berburu kupu-kupu besar, laba-laba ini memperluas bukaannya dan menambah kekuatan serta elastisitas jaringnya.
Sudut jaring pun berubah bergantung jenis mangsa yang ingin ditangkap (serangga terbang, berjalan, merayap, dll). Ini untuk mengurangi kerusakan dan meningkatkan kapasitas penangkapan.


Peringatan Kepada Burung Dan Penyamaran

Laba-laba cenderung membangun jaringnya, yang demikian berharga baginya, di tempat yang sunyi. Alasannya adalah untuk menghindari kerusakan oleh binatang-binatang atau oleh kondisi-kondisi alam. Laba-laba menggunakan cara-cara yang menarik untuk melindungi jaring-jaring mereka. Salah satu yang paling menarik adalah jaring laba-laba Argiope di Amerika Tengah. Laba-laba ini meletakkan marka-marka zigzag putih mengkilat pada jaringnya. Marka-marka ini untuk memperingatkan burung agar tidak terbang kedalam jaring. Laba-laba ini juga menggunakan marka-marka ini untuk bersembunyi di belakangnya. Ia menanti di belakang marka-marka ini agar mangsa tidak melihatnya.


Model-model Yang Terilhami Oleh Jaring Laba-laba


Salah satu metode yang sangat populer dewasa ini adalah membuat rancangan-rancangan industri dengan mengambil contoh dari alam, karena model-model di alam dalam setiap segi tidak memiliki cacat. Sifat-sifat hemat-energi, tingkat estetika, tingkat kepraktisan, dan manuverabilitas antara lain merupakan hal yang penting bagi sebuah rancangan yang telah tersedia dalam bentuk yang sempurna di alam ini. Model-model yang dibuat manusia dengan kemampuannya, serta pengetahuan yang dikumpulkannya bertahun-tahun dan yang diantaranya melalui proses yang sulit, umumnya hanya menghasilkan tiruan yang buruk terhadap contoh-contoh yang ada di alam. Kita bisa melihatnya jika kita membandingkan tiruan-tiruan ini dengan contoh aslinya di alam.
Laba-laba merupakan salah satu mahluk hidup yang dijadikan contoh. Jaring laba-laba mahkota atau laba-laba embun, misalnya, merupakan contoh yang sangat sempurna dari sudut pandang estetika maupun rekayasa. Laba-laba ini membuat jaringnya pada sudut datar, sedemikian rupa sehingga mirip sebuah seperai, di atas padang rumput. Laba-laba ini menyebarkan seluruh beban jaring dengan menggunakan bilah-bilah rumput tegak sebagai pemberat.
Manusia meniru cara ini untuk menutupi bidang-bidang yang luas. Stadion Olimpiade Munich dan bandara udara Jeddah, yang sering disebut sebagai contoh arsitektur moderen, dibangun dengan meniru jaring laba-laba.
Laba-laba telah menggunakan model-model ini di seluruh dunia sejak pertama kali mereka muncul. Tentu saja diperlukan tingkat pengetahuan rekayasa yang memadai agar model-model tersebut bisa muncul dan diterapkan dalam praktek. Namun karena tidak pernah menerima pelatihan, laba-laba tidak tahu sama sekali mengenai perancangan konstruksi maupun arsitektural. Laba-laba, seperti mahluk hidup lainnya, berbuat hanya berdasarkan inspirasi yang dianugrahkan Tuhan kepadanya sejak mereka lahir. Ini merupakan satu-satunya sebab dari keajaiban arsitekturalnya. Tuhan menyatakan dalam sebuah ayat bahwa semua mahluk hidup berada di bawah kekuasaanNya.

Dia lah Allah, Tuhanmu. Tidak ada tuhan kecuali Dia, Pencipta segala sesuatu. Maka sembahlah Dia. Dia bertanggungjawab atas segala sesuatu. (Surat Al-An’am: 102)

KEAJAIBAN PENCIPTAAN


Sebuah Contoh Dari Penciptaan Sempurna


Kita mengetahui bahwa para laba-laba adalah “insinyur-insinyur” pembuat jaring, dengan keajaiban arsitektur dan rekayasanya. Mereka juga merupakan mesin-mesin pembunuh yang memiliki kemampuan untuk: membuat perangkap, membangun sarang di bawah air, memburu mangsa dengan lasso, melepaskan racun, melompat ratusan kali lebih tinggi dari tubuhnya sendiri, membuat benang-benang yang lebih kuat daripada baja dalam tubuhnya sendiri, menyamarkan diri selama berburu. Kita akan menjumpai keajaiban-keajaiban lainnya jika kita mengamati struktur tubuhnya serta sifat-sifat yang dimilikinya.
Banyak keistimewaan pada semua tubuh laba-laba yang menjadi bukti bahwa mereka itu diciptakan, antara lain: sisir-sisir yang berfungsi seperti pabrik tenun, laboratorium-laboratorium penghasil bahan kimia, organ-organ pencernaan yang sangat ampuh, indra yang mampu merasakan getaran yang sangat kecil, taring yang kuat untuk menyuntikan racun, dan lain-lain. Melihat semua sifat ini, laba-laba menjadi pengingkar terhadap teori evolusi dan sekali lagi meruntuhkan hipotesis menggelikan yang bernama kejadian kebetulan.
Mari kita amati organ-organ laba-laba dan keistimewaan-keistimewaannya.


Tubuhnya


Secara mendasar, tubuh laba-laba terdiri dari dua bagian, kepala dan dada yang menyatu (cephalothorax), serta perut. Kepala dan dada memiliki delapan mata, delapan kaki, dua taring bisa dan dua peraba. Pada ujung perut yang lembut dan elastik terdapat cerat pemintal dan lubang-lubang untuk sistem pernafasan. Cephalothorax dan perut dihubungkan oleh batang kecil yang disebut “pedicel”. Tidak ada mahluk lain yang pinggangnya seramping laba-laba. Melalui batang yang ukurannya kurang dari 1 mm ini dilewatkan alat pencernaan, pembuluh-pembuluh darah, pipa-angin, dan sistem syaraf. Kasarnya, terdapat sistem linier khusus yang menghubungkan kedua bagian tubuh laba-laba ini. Saluran-saluran tersebut membentuk suatu hubungan antara mekanisme luar biasa yang ada dalam struktur tubuh laba-laba (kelenjar-kelenjar bisa, kelenjar-kelenjar penghasil sutera, keseluruhan sistem syaraf tubuh, sistem pernafasan, dan sistem sirkulasi darah) dan otak.


Kaki-kaki Yang Berdayaguna

Laba-laba memiliki empat pasang kaki yang membuatnya mampu berjalan dan memanjat bahkan pada kondisi yang paling sulit sekalipun. Tiap-tiap kaki terdiri dari tujuh [tiga?] bagian. Pada masing-masing ujung kaki terdapat rambut-rambut yang disebut sebagai “scopula”. Berkat inilah laba-laba dapat berjalan pada dinding atau dalam keadaan terbalik.
Konstruksi khusus dari kaki laba-laba tidak sekedar membuatnya mampu berjalan di permukaan yang tidak datar. Meskipun matanya tidak melihat dengan baik, karena konstruksi kakinya lah ia dapat bergerak dengan nyaman di malam hari. Beberapa spesies laba-laba hanya dapat mengindra keberadaan cahaya, atau dengan kata lain hanya memiliki 10 persen daya lihat manusia. Namun meskipun demikian, laba-laba dapat membuat jaring dan bergerak di dalam jaring tersebut pada malam hari dengan mudahnya.
Laba-laba berjalan tanpa menginjak bagian-bagian jaring yang lengket, dan hanya menginjak bagian-bagian yang kering. Karenanya pula laba-laba mampu lolos dari kejaran musuh. Meskipun sempat menginjak bagian yang lengket, dan ini pun jarang terjadi, suatu cairan khusus mencegah kaki-kakinya melekat ke bagian lengket. Tiap ujung sisir yang dikenal sebagi cerat pemintal ditutupi oleh ratusan spigot. Sutera cair yang dihasilkan kelenjar-kelenjar dalam perutnya, dikeluarkan dari tubuh melalui cerat ini dan dipintal dalam bentuk sutera.

Kemampuan-kemampuan indera superior

Kecuali laba-laba pelompat, kebanyakan laba-laba memiliki penglihatan yang buruk, dan hanya dapat melihat dalam jarak dekat. Kelemahan yang sangat tidak menguntungkan mahluk pemburu ini diimbangi oleh sistem peringatan dini yang sensitif.
Sistem peringatan tersebut bekerja berdasarkan indera peraba. Tubuhnya ditutupi rambut-rambut yang sangat sensitif terhadap getaran. Setiap rambut terhubung ke ujung syaraf. Getaran-getaran akibat sentuhan, atau bahkan suara dan bau, merangsang rambut-rambut ini. Getaran rambut-rambut mengaktifkan ujung-ujung syaraf. Syaraf-syaraf ini selanjutnya menyampaikan pesan ini ke otak. Dengan cara ini laba-laba dapat waspada bahkan terhadap getaran paling kecil sekalipun.
Laba-laba tidak dapat mendeteksi keberadaan mangsa yang tidak bergerak. Namun dengan menafsirkan getaran-getaran yang disebabkan mahluk-mahluk hidup, ia dapat mendeteksi posisi korban di dalam jaringnya. Jika tidak sepenuhnya yakin akan posisi mangsanya, ia memastikannya dengan jalan mengetuk-ngetuk dan dengan menggoyangkan jaringnya. Dari getaran-getaran yang dihasilkan, ia dapat menentukan lokasi mangsanya.
Kaki laba-laba merupakan organ yang sangat dibantu oleh rambut-rambut peraba. Rambut-rambut ini berongga dan kaku. Laba-laba dapat mengindera getaran yang timbul dari sumber usikan hingga sejauh satu meter. Selain itu, pada rambut kakinya terdapat sistem pengindera lain yang sensitif terhadap temperatur. Juga ada bintik-bintik pitak di permukaan tubuhnya dengan ujung syaraf yang sangat sensitif di bawahnya. Karena semuanya ini, laba-laba dapat merasakan setiap gerakan yang terjadi di sekitarnya, atau setiap benda yang mendekatinya, bahkan yang terjadi pada kulitnya sendiri.
Jika seekor laba-laba kehilangan sebuah kakinya, beberapa lama kemudian akan tumbuh penggantinya. Kaki yang baru lebih pendek dari kaki asalnya. Laba-laba tersebut tidak menggunakan kaki ini untuk berjalan, bahkan tidak membiarkannya menyentuh tanah. Fakta menunjukkan bahwa laba-laba dapat berjalan dengan nyaman walau hanya dengan setengah jumlah kakinya, yakni empat kaki saja. Satu-satunya alasan bagi tumbuhnya kaki baru ini, meskipun pendek, adalah kebutuhannya akan rambut-rambut penginderanya.
Ketajaman indera laba-laba terhadap getaran sedemikian tinggiya sehingga dapat mengetahui apakah sumber getaran itu mangsa yang tertangkap jaring ataukah laba-laba jantan yang datang untuk berkencan.
Hingga beberapa tahun yang lalu, diduga bahwa konstruksi elastik pada jaring tidak dapat meneruskan getaran. Namun hasil riset yang menggunakan mesin-mesin yang baru dikembangkan, “Vibrometri Laser Doppler”, menunjukkan hasil yang sama sekali bertentangan. Meskipun konstruksinya elastik, kini diketahui bahwa jaring laba-laba menyalurkan getaran, bahkan menaikkan tingkat getarannya.32 Hanya saja alasan ilmiahnya sampai kini belum diketahui.
Laba-laba dapat mengindera beragam peringatan dengan sangat jelas, mulai dari gelombang bunyi kecil hingga getaran pada jaringnya. Dari sudut pandang laba-laba, sistem peringatan dini ini, yang disalurkan lewat jaring, merupakan mekanisme yang sangat penting yang memiliki karakteristik-karakteristik yang sangat berguna. Mengingat bahwa setiap helai rambut, yang jumlahnya ribuan, pada tubuh laba-laba ini terhubung ke ujung syaraf dan selanjutnya ke otak, dan mengingat bahwa laba-laba dapat mengevaluasi dengan cepat tanda peringatan yang diterimanya, maka kerumitan sistemnya menjadi semakin nyata.


Taring-taring Pemompa Racun

Laba-laba memiliki dua taring ampuh di depan matanya. Taring-taring ini merupakan senjata yang digunakan laba-laba untuk berburu dan mempertahankan diri. Di belakang masing-masing taring terdapat kelenjar bisa yang menyemprotkan racun maut. Jika laba-laba ingin membuat mangsanya tak berkutik, ia menancapkan taringnya ke tubuh mangsanya. Kemudian memompakan bisanya ke tubuh korbannya melalui lubang-lubang di taringnya.
Laba-laba juga menggunakan alat maut yang menakutkan ini untuk membangun sarangnya dan untuk mengangkat benda-benda kecil. Di sisi kedua taring terdapat alat peraba yang disebut pedipalp. Laba-laba menggunakannya untuk memeriksa korban yang tertangkap dalam jaring.
Seperti telah kita lihat, sistem pengindraan laba-laba merupakan sebuah rancangan yang sangat khusus. Jelas sistem seperti ini menggugurkan pendapat teori evolusi yang mengatakan bahwa setiap mahluk berkembang sejalan dengan waktu. Selain itu, suatu hal yang mustahil untuk menjelaskan bahwa sistem penghasil racun maut dalam tubuh laba-laba merupakan kejadian kebetulan.
Susunan kimia bisa laba-laba ampuh untuk membunuh serangga. Agar tidak membahayakan, bisa ini disimpan di tempat yang terisolasi secara khusus. Taring laba-laba juga sangat fungsional. Mekanisme pemompaan bisa yang terletak di dalam taring tajam ini memudahkan pemindahan bisa ke tubuh korban. Dengan demikian, taring ini berfungsi sebagai senjata kimia sekaligus sebagai senjata fisik. Hal ini sekali lagi menunjukkan bahwa setiap bagian tubuh laba-laba memiliki perencanaan yang khusus, yang tidak dapat dijelaskan dengan konsep-konsep kebetulan, mutasi, atau mekanisme evolusioner khayal lainnya.
Laba-laba, lengkap dengan segala sifatnya, diciptakan Tuhan. Semua sifat ini merupakan bukti atas karya-ciptaNya.


Pelumpuhan Mangsa Dan Sistem Pencernaan

Laba-laba membungkus rapat binatang-binatang yang tertangkap dalam jaringnya dengan benang khusus. Benang ini dibuatnya setelah korban benar-benar terjerat pada jaringnya. Selanjutnya, ia menancapkan taringnya dan menyuntikkan bisanya untuk membunuh mangsanya.
Laba-laba hanya dapat mencerna cairan. Partikel kecil yang lebih dari seperseribu milimeter disaringnya dengan rambut-rambut di sekitar mulutnya. Maka laba-laba harus mencairkan jaringan tubuh serangga sebelum dapat mencernanya. Karena itulah laba-laba membagi-bagi jaringan tubuh mangsanya dengan enzim-enzim pencerna. Setelah cukup encer, dihisapnya cairan ini dengan sistem penghisap yang sangat kuat. Sebagai contoh, setelah membunuh seekor lebah, laba-laba Misumenoides Formosiges membuat dua lubang. Satu di kepala atau leher, dan yang lainnya di perut. Kemudian ia menghisap habis cairan dalam tubuh lebah tersebut melalui lubang-lubang ini.
Laba-laba mencampur jaringan yang dihisapnya dengan cairan pencerna di dalam tubuhnya. Ketika gaya vakum dalam tubuh korban melewati kekuatan hisapnya, laba-laba mengendorkan otot-otot penghisap di sekitar perutnya. Ini memberi peluang bagi cairan pencerna dari tubuh laba-laba untuk masuk ke bagian lain dari tubuh lebah serta melarutkannya. Kemudian laba-laba menghisap pada lubang lain di bagian perutnya. Rotasi penghisapan terus berjalan hingga tubuh laba-laba menjadi kosong sama sekali. Selain sebagai sumber makanan, tubuh lebah tersebut juga menjadi bagian dari sistem pencernaan laba-laba - sebagai sistem tambahan sementara. Akhirnya, tubuh lebah menyerupai cangkang telur yang kosong; tak ada yang tersisa kecuali cangkangnya.
Serangga bukanlah satu-satunya mangsa laba-laba. Katak, tikus, ikan, ular, atau burung kecil bisa menjadi korbannya. Laba-laba yang dikenal sebagai “laba-laba burung” bahkan cukup ampuh untuk menangkap dan mencerna kelinci dan anak ayam.


Laba-laba Yang Berjalan Di Air

Laba-laba air memiliki struktur tubuh khas yang memungkinkannya berjalan di atas air. Pada tiap ujung kaki laba-laba terdapat jalinan tebal beludru yang terdiri dari rambut-rambut yang berlapiskan lilin anti-air. Ini memungkinkannya berjalan di atas air tanpa tenggelam. Daya apungnya sedemikian tinggi sehingga dapat berjalan nyaman di atas air meskipun berat tubuhnya 25 kali lebih besar lagi.
Ketika berjalan di atas air, laba-laba air menggunakan kaki belakangnya sebagai kemudi. Kaki tengahnya untuk bergerak, sedangkan kaki depannya yang lebih pendek untuk menangkap mangsa. Laba-laba air bergerak demikian cepat sehingga dengan tiba-tiba dapat melompat kedepan sejauh satu meter di atas permukaan air. Artinya, ia bergerak secepat perahu-motor.
Saat berburu, laba-laba air menggunakan permukaan air sebagai jaring. Capung, lalat, atau kupu-kupu yang jatuh ke air karena gagal terbang merupakan mangsa ideal bagi spesies laba-laba ini. Ketika sayap-sayapnya menyentuh air, serangga ini terperangkap di permukaan air seperti melekat pada kertas-lalat. Getaran terlemah yang ditimbulkannya pada permukaan air dapat dirasakan oleh laba-laba ini. Selain lokasi jatuhnya, laba-laba ini juga dapat mengukur besar mangsa yang jatuh. Dengan segera ia memburu ke arah mangsanya yang terperangkap di air, menggigitnya dengan bisanya dan membunuhnya.
Orang mungkin bertanya, siapa yang memberi lapisan lilin pada rambut-rambut di kaki laba-laba ini sehingga binatang ini tidak tenggelam? Atau lebih luas lagi, bagaimana setiap laba-laba air bisa memiliki kaki dengan lapisan pelindung seperti itu? Bagaimana laba-laba tahu cara membuat dirinya terapung, tahu sifat-sifat molekul-molekul anti air dan reaksinya dengan molekul-molekul air? Karena laba-laba tidak mungkin merencanakannya sendiri, lalu siapa yang melakukannya? Dan karena sistem terencana ini mustahil terjadi dengan sendirinya, atau secara kebetulan, bagaimana asal kejadian sebenarnya? Dan bagaimana sistem dan rumus kimia anti air ini diteruskan ke generasi laba-laba berikutnya?
Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini akan mengarahkan kita kepada keberadaan penciptaan yang sempurna. Laba-laba diciptakan dalam bentuknya yang sempurna oleh Tuhan. Seperti halnya pada mahluk lain, Tuhan melengkapi laba-laba dengan peralatan yang diperlukan, yakni kemampuan untuk berjalan di atas air.
KESIMPULAN

Teori evolusi hanyalah pernyataan spekulatif yang tidak didukung oleh kriteria ilmiah dan bukti-bukti yang sahih. Lebih dari itu, pendapatnya bahwa setiap mahluk hidup muncul sebagai akibat kejadian kebetulan sama sekali tidak memiliki landasan logika ataupun landasan ilmiah.
Meskpun demikian, konsep evolusi dipertahankan karena merupakan satu-satunya harapan kelompok ideologi tertentu agar sebagian besar masyarakat terasing dari kebenaran. Karena alasan inilah, meskipun seluruh argumennya selalu bertentangan dengan kenyataan, mereka masih berusaha untuk tetap menjadikannya sebagai agenda mereka. Seperti halnya ketika dihadapkan dengan mahluk-mahluk hidup lainnya, begitu pula halnya dengan laba-laba. Teori evolusi tidak berdaya sama sekali; teori ini tak dapat menjelaskan bagaimana terjadinya keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki laba-laba.
Jika keistimewaan-keistimewaan laba-laba ini kita lihat dari sudut pandang evolusi, kita dapat lebih melihat betapa tidak warasnya teori evolusi ini. Mari kita bayangkan seekor serangga yang akan kita khayalkan sebagai nenek moyang dari semua laba-laba. Dengan keadaan demikian, ia tidak akan mampu untuk berburu apapun, dan akan segera mati kelaparan. Namun anehnya, khayalan kita ini dapat bertahan hidup karena kejadian kebetulan atau karena kekuatan lain yang tak dapat difahami.
Pada suatu hari, serangga yang buta dan tuli ini mempunyai gagasan membuat jaring untuk berburu. Namun serangga ini tentunya tak memiliki kemampuan arsitektural dan kemampuan berhitung yang diperlukan untuk membuat jaring. Satu demi satu ia harus menghitung: kecepatan angin dan kecepatan mangsa yang akan ditangkapnya, beban yang harus dipikul jaring, penyebaran beban-beban tersebut, daya dukung tanaman atau daun yang menjadi pondasinya, serta detil-detil lainnya. Sampai di sini mungkin muncul sebuah pertanyaan, “Bagaimana serangga ini dapat melakukan perhitungan?”. Namun jangan lupa bahwa itulah logika dasar dari teori evolusi: evolusi, dalam usahanya untuk menyangkal adanya penciptaan, tidak memiliki pilihan lain kecuali mengkhayalkan bahwa serangga tersebut melakukan sendiri perhitungan di atas.
Bahkan jika kita terima bahwa serangga tersebut memiliki kecerdasan untuk merencanakan konstruksi sebuah jaring, tetap saja tidak dapat lolos dari maut; karena tidak memiliki peralatan untuk membuat jaring tersebut. Peralatan yang sesuai untuk pekerjaan tersebut tidak tersedia di alam. Kemudian dalam keadaan seperti ini, mahluk ini memutuskan untuk membuat benang untuk jaringnya. Lagi-lagi ia menghadapi masalah besar; bagaimana cara membuat benang ini?
Selanjutnya, karena kekuatan yang bernama kejadian kebetulan, beberapa perubahan terjadi di dalam tubuh serangga ini sehingga muncul lah enam kelenjar yang berbeda dalam bentuk yang sempurna. Kelenjar-kelenjar yang muncul di bagian bawah tubuhnya ini siap mengeluarkan cairan-cairan kimia yang diperlukan, dan mulai bekerja pada sistem tekanan dan sistem waktu yang bersesuaian. Secara kebetulan pula, cairan yang dihasilkan kelenjar-kelenjar ini saling bercampur dengan perbandingan tertentu sehingga dihasilkan bahan mentah bagi benang tadi. Karena kebetulan lainnya, dan dalam waktu yang bersamaan, cerat pemintal di belakang kakinya memintal serat-serat sehingga dihasilkan benang sempurna. Betapa mujurnya nasib kejadian kebetulan ini sehingga benang yang muncul lima kali lebih kuat daripada baja, dan tigapuluh persen lebih elastis daripada karet. Benang dengan karakteristik molekuler yang tak dapat ditiru manusia ini telah direncanakan oleh mahluk kecil yang dinamakan serangga.
Kemudian, serangga ini menjalin jaring, terkadang menggunakan benang-benang elastik yang lengket, dan di saat lain menggunakan benang yang kaku dan kuat. Sungguh suatu kebetulan bahwa kaki-kaki serangga ini berbuku tujuh [tiga?] sehingga dapat berjalan di atas jaring! Dan suatu kebetulan lain sudah terdapat pada kakinya; suatu lapisan khusus yang mencegah kakinya melekat pada jaring. Dan kejadian kebetulan itu tidak berhenti sampai di sini. Tubuh serangga yang tuli dan hampir buta ini ditutupi rambut-rumbut khusus yang dapat merasakan getaran kecil pada jaring, sejak hari pertama ia menjalin jaring. Maka menurut teori evolusi, laba-laba masa kini muncul sebagai akibat kejadian kebetulan dan memperoleh berbagai kemampuan yang tak dapat dirinci di sini.
Dengan mengkaji skenario ini, sungguh jelas betapa tidak masuk akalnya teori evolusi itu. Ada hal penting yang harus dicatat di sini. Pertama-tama, keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki laba-laba tidak mungkin muncul secara bertahap. Kemampuan-kemampuan yang disebutkan di atas harus timbul secara bersamaan. Suatu hal yang mustahil bahwa seekor laba-laba tahu cara membuat jaring tetapi tak dapat membuat sutera, atau dapat membuat sutera namun tidak tahu cara membuat jaring. Bagi laba-laba yang tidak membangun jaring, seperti laba-laba pelompat, seluruh kemampuannya diciptakan secara serentak dengan sifat-sifat yang bahkan lebih mengagumkan, yang sekaligus membuktikan kesekian ribu kalinya kebohongan teori evolusi.
Jika saja laba-laba dapat membuat jaring-jaring terindah, tanpa bahan lengket yang tersebar di atasnya, tetap saja jaring tersebut tidak bermanfaat. Jika bahan lengket tersebut ada, namun kali ini tanpa sifat-sifat molekul pembentuk elastisitas, dan secara alami hal seperti ini masih dapat diterima, maka jaring tersebut belum melayani sebuah tujuan apapun dan laba-laba pun akan mati.
Seekor laba-laba yang memiliki mekanisme yang diperlukan untuk membuat sutera, namun tidak mendapatkan bahan yang bernama skleroprotein dari makanan yang dicernanya, tidak akan dapat membuat sutera. Selain itu, jika laba-laba berjalan pada jaringnya, maka ia memerlukan pelapis kimia pada kakinya sehingga ia dapat berjalan tanpa melekat pada jaringnya. Pada sat yang sama, laba-laba memerlukan sistem pengindera untuk merasakan getaran-getaran pada jaringnya. Satu saja dari dari keistimewaan ini hilang, laba-laba akan segera mati.
Laba-laba memiliki sistem pernafasan, sistem pencernaan, dan sistem peredaran darah. Seperti yang lainnya, sistem-sistem ini harus muncul secara bersamaan. Kita tak dapat membayangkan seekor laba-laba tanpa perut atau jantung. Maka, agar semua organ seperti organ-organ pembuat jaring bisa ada, kode-kode genetika dari organ-organ ini harus ada dalam setiap jutaan sel yang membentuk laba-laba. Satu organ baru berarti informasi tambahan dalam jutaan tahapan dalam DNA, kode genetikanya. Suatu perubahan pada salah satu dari tahapan-tahapan ini berarti bahwa organ baru tersebut sama sekali tidak memiliki tujuan apapun. (Untuk informasi lebih rinci, lihat Harun Yahya, The Miracle In The Cell, Istambul, Vural Publishing [Keajaiban Dalam Sel, Penerbit Dzikra?]).
Ada hal lain yang menuntut perhatian. Seekor laba-laba yang baru keluar dari telur telah memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk membuat jaring tanpa menerima pelatihan terlebih dahulu. Berdasarkan pengetahuan ini, generasi-generasi laba-laba lahir dengan kemampuan membuat jaring. Bayi laba-laba sama sekali tidak mendapatkan pelatihan, dan tidak pernah mengikuti kursus-kursus.
Seorang insinyur konstruksi harus belajar di universitas sedikitnya selama empat tahun untuk memperoleh pengetahuan yang diperlukan untuk membangun sebuah gedung. Ia mempelajari ratusan karya akademis sebagai sumbernya. Kemudian melakukan perhitungan-perhitungan pada sebuah komputer. Ia mempunyai guru-guru yang membimbingnya dan mengajarinya cara melakukan perhitungan tersebut. Bangunan sebuah jaring laba-laba, beberapa ratus kali lebih besar dibanding laba-labanya, sedikitnya memerlukan jumlah perhitungan yang sama dengan pembuatan sebuah gedung. Bahkan lulusan universitas pun belum memadai untuk bisa merencanakan dan menghitung tegangan dalam benang-benang yang menyusun jaring, kekuatan pondasi yang mendukung jaring, kebenaran bentuk geometrinya, daya tahan dan elastisitas terhadap angin dan pergerakan mangsa, sifat-sifat fisika dan kimia dari benang, dan banyak rincian lain yang belum dapat kami daftar. Bagaimanapun juga, tidak ada satu universitas pun bagi bayi-bayi laba-laba. Segera setelah lahir ke dunia, mereka mulai membuat benang, membangun jaring, dan berburu.
Para ilmuwan evolusionis, karena tak sanggup menjelaskan alasan ini, dengan putus asa membuat pernyataan lain yang sama sekali menggelikan. Menurut logika yang menolak penciptaan mendasar ini, sebuah kekuatan tak dikenal yang disebut insting memerintahkan kepada laba-laba yang baru lahir apa yang harus dilakukan.
Jadi, apa itu yang disebut insting? Apakah merupakan inspirasi yang sumbernya tidak jelas, yang mampu membuat laba-laba menjadi seorang profesor ilmu fisika dan kimia, sekaligus sebagai insinyur konstruksi dan arsitek? Apa yang menjadi sumber inspirasi yang ada di dalam laba-laba ini, dan yang muncul dengan sendirinya? Mari kita mencoba menemukannya dengan mempelajari susunan tubuh laba-laba.
Seperti semua mahluk hidup lainnya, laba-laba tersusun dari berbagai protein. Protein-protein ini tersusun dari asam-asam amino. Kemudian, asam-asam amino terbuat dari menyatunya molekul-molekul besar. Dan molekul-molekul terbentuk ketika atom-atom mengikat menjadi satu. Mari kita mencari jawaban terhadap pertanyaan di atas. Di mana tepatnya letak insting pada laba-laba, yang memberitahu bagaimana cara membuat benang-benang yang tak dapat ditiru manusia, dan menghasilkan karya arsitektur dan rekayasa tiada banding? Ataukah di dalam protein-protein yang menyusun tubuhnya? Di dalam asam-asam amino yang menyusun protein-proteinkah? Ataukah di dalam molekul-molekul yang menyusun asam-asam amino? Ataukah di dalam atom-atom yang menyusun molekul-molekul? Yang mana salah satu dari semua ini yang menjadi sumber inspirasi yang dianggap kaum evolusionis sebagai insting?
Tentu saja tidak satu pun dari semuanya. Seperti semua mahluk hidup lainnya, laba-laba tunduk kepada Tuhan seluruh alam, dan berperilaku karena terilhami olehNya.

Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepadaNya. Tiada sesuatupun melainkan bertasbih dengan memujinya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Surat Al-Isra': 44)


Mereka berkata: 'Maha Suci Engkau! Tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami.Engkau lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.' (Surat Al-Baqarah: 32)
Notes


1- Richard Dawkins, Climbing Mount Improbable, W.W. Norton & Company,1996, p. 4
2- Gordon Rattray Taylor, The Great Evolution Mystery, Harper and Row Publishers, 1983, p.222
3- Charles Darwin, The Origin of Species: A Facsimile of the First Edition, Harvard University Press, 1964, p. 233
4- Gardner Soul, Strange Things Animals Do, G.P.Putnam's Son, New York, 1970, p. 89
5- Gardner Soul, Strange Things Animals Do, G.P.Putnam's Son, New York, 1970, p. 90
6- Liz Bomford, Camuflage and Colour, Boxtree Ltd., London, 1992, p. 108
7- The Guinness Encyclopedia of the Living World, Guinnes Publishing, s. 164
8- National Geographic, November 1996, Vol. 190, No.5, p.106
9- National Geographic, November 1996, Vol. 190, No.5, p.111
10- Bilim ve Teknik Görsel Bilim ve Teknik Ansiklopedisi (Science and Technology Gorsel Science and Technology Encyclopedia), p. 494, 495)
11- Bates Hayvanlar Ansiklopedisi (Bates Encyclopedia of Animals), p. 244
12- Natural History, Tools of the Trade, 3/95, p. 48
13- National Geography, All Eyes on Jumping Spiders, September 1991, pp. 43-64
14- Natural History, Samurai Spiders, 3/95, p. 45
15- Natural History, Samurai Spiders, 3/95, p. 45
16- National Geography, All Eyes on Jumping Spiders, September 1991, p. 51
17- Karl Von Frisch, Ten Little Housemates, Pergamon Press, London, 1960, p. 110
18- Bilim ve Teknik Dergisi (Journal of Science and Technology), no. 190, p. 4
19- Cemal Yıldırım, Evrim Kuramı ve Bağnazlık (The Theory of Evolution and Bigotry), Bilgi Yayınları, p.195
20- Bilim ve Teknik Görsel Bilim ve Teknik Ansiklopedisi (Science and Technology Gorsel Science and Technology Encyclopedia), p. 1087
21- Technology Review, Synthetic Spider Silk, October 1994, p. 16
22- Discover, How Spiders Make Their Silk, October 1998, p. 34
23- Discover, How Spiders Make Their Silk, October 1998, p. 34
24- Endeavour, The Structure and Properties of Spider Silk, January1986, no 10, p. 37
25- Scientific American, Spider Webs and Silks, March 1992, p. 70
26- Science News, Computer Reveals Clues to Spiderwebs, 21 January 1995
27- Scientific American, Spider Webs and Silks, March 1992, p. 70
28- Bilim ve Teknik Dergisi (Journal of Science and Technology), No 342, May 1996, p.100
29- Science et Vie, L'économie de la toile d'araignée, January 1999, No.976, p.30
30- Scientific American, Spider Webs and Silks, March 1992, p. 74
31- Bilim ve Teknik Görsel Bilim ve Teknik Ansiklopedisi (Science and Technology Gorsel Science and Technology Encyclopedia), p. 1090
32- Bilim ve Teknik Görsel Bilim ve Teknik Ansiklopedisi (Science and Technology Gorsel Science and Technology Encyclopedia), p. 1088
33- Hugh Ross, The Fingerprint of God, p. 50
34- Sidney Fox, Klaus Dose, Molecular Evolution and The Origin of Life, New York: Marcel Dekker, 1977. p. 2
35- Alexander I. Oparin, Origin of Life, (1936) New York, Dover Publications, 1953 (Reprint), p. 196
36- "New Evidence on Evolution of Early Atmosphere and Life", Bulletin of the American Meteorological Society, Vol 63, November 1982, p. 1328-1330
37- Stanley Miller, Molecular Evolution of Life: Current Status of the Prebiotic Synthesis of Small Molecules, 1986, p. 7
38- Jeffrey Bada, Earth, February 1998, p. 40
39- Leslie E. Orgel, "The Origin of Life on Earth", Scientific American, Vol 271, October 1994, p. 78
40- Charles Darwin, The Origin of Species: A Facsimile of the First Edition, Harvard University Press, 1964, p. 189
41- Charles Darwin, The Origin of Species: A Facsimile of the First Edition, Harvard University Press, 1964, p. 184.
42- B. G. Ranganathan, Origins?, Pennsylvania: The Banner Of Truth Trust, 1988.
43- Charles Darwin, The Origin of Species: A Facsimile of the First Edition, Harvard University Press, 1964, p. 179
44- Derek A. Ager, "The Nature of the Fossil Record", Proceedings of the British Geological Association, vol 87, 1976, p. 133
45- Douglas J. Futuyma, Science on Trial, New York: Pantheon Books, 1983. p. 197
46- Solly Zuckerman, Beyond The Ivory Tower, New York: Toplinger Publications, 1970, p. 75-94; Charles E. Oxnard, "The Place of Australopithecines in Human Evolution: Grounds for Doubt", Nature, Cilt 258, s. 389
47- J. Rennie, "Darwin's Current Bulldog: Ernst Mayr", Scientific American, December 1992
48- Alan Walker, Science, vol. 207, 1980, p. 1103; A. J. Kelso, Physical Antropology, 1st ed., New York: J. B. Lipincott Co., 1970, p. 221; M. D. Leakey, Olduvai Gorge, vol. 3, Cambridge: Cambridge University Press, 1971, p. 272
49- Time, November 1996
50- S. J. Gould, Natural History, vol. 85, 1976, p. 30
51- Solly Zuckerman, Beyond The Ivory Tower, New York: Toplinger Publications, 1970, p. 19
52- Richard Lewontin, "The Demon-Haunted World", The New York Review of Books, 9 January, 1997, p. 28

Tidak ada komentar:

Posting Komentar